(Emmanuel Axelliano)

Hi Sobat Atourin, lagi-lagi pandemi memberikan tantangan yang besar bagi pariwisata Indonesia. Adanya pembatasan mobilitas dan juga aturan buka tutupnya destinasi wisata membuat pariwisata jalan di tempat. Kunjungan wisatawan turun drastis, berbagai industri pendukung pariwisata seperti kuliner, akomodasi, transportasi dan lainnya juga mati suri, terlebih di daerah yang memang perekonomiannya bergantung pada pariwisata.

Mengutip pernyataan dari Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Nia Niscaya yang diliput travel.kompas.com “Indonesia mengalami lack of trust dari wisatawan mancanegara maupun domestik, sehingga kita harus berupaya bersama meningkatkan kepercayaan terhadap wisatawan, Nia juga melanjutkan, penurunan kepercayaan wisatawan akibat Covid-19 sebenarnya terjadi di seluruh negara di dunia. “

wisata

Mengembalikan kepercayaan bukan perkara yang mudah. Dalam bidang pariwisata juga dibutuhkan sinergi dan kerja sama yang apik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sampai ke masyarakat. Mulai dari menyediakan berbagai fasilitas yang aman dan nyaman serta terpercaya agar wisatawan bisa berkunjung dengan jauh lebih “leluasa” dengan berbagai batasan yang ada. Berwisata di tengah pandemi akan menjadi sebuah sudut pandang yang cukup subjektif. Jawaban akan sangat tergantung kepada siapa yang menjawab pertanyaan itu. Salah satu upaya yang paling konkret yang sedang diupayakan oleh Bali adalah strategi Trust, Trial, dan Travel. Strategi ini relevan dengan kondisi sekarang dimana mobilitas mulai direnggangkan karena tren kasus covid-19 yang menurun dan destinasi wisata sudah bisa dibuka. 

Apa itu Revenge Travel?

Pernahkan Sobat Atourin mendengar istilah “Revenge Travel”. Dimana beberapa negara besar sepert India, China, dan beberapa negara Eropa sudah mengalami hal tersebut. Baik atau tidaknya memang perlu dikaji lebih lanjut. Tapi revenge travel dianggap sebagai angin segar kebangkitan pariwisata saat dan setelah pandemi. Revenge travel sendiri didorong oleh kebutuhan berwisata yang tertunda karena adanya pandemi. Berwisata atau jalan-jalan sudah menjadi kebutuhan primer bagi banyak orang. Pandemi menghambat atau bahkan membatalkan rencana jalan-jalan pribadi. Namun keinginan tersebut tetap ada dan makin besar, dimana mereka akan berupaya menemukan momen untuk bisa jalan-jalan ketika pandemi sudah longgar atau bahkan selesai. 

Mengutip pernyataan Deputi Bidang Pengembangan Produk dan Penyelenggara Kegiatan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Rizki Handayani yang diliput oleh Liputan6.com, beliau mengatakan bahwa sebenarnya revenge travel sudah terjadi di negara-negara maju, terutama di objek heritage.

heritage

Strategi Mengelola Fenomena Revenge Travel 

Fenomena ini bisa menjadi bisa menjadi sebuah jawaban untuk sektor pariwisata di Indonesia jika dikaji dan diterapkan serta dikelola dengan prosedur dan protokol yang jelas. Kemudian diberlakukannya pembatasan jumlah wisatawan per harinya agar tidak terjadi over capacity. Hal tersebut bisa menjadi salah satu kunci untuk menarik wisatawan mancanegara maupun domestik untuk kembali berkunjung. Ditambah juga bahwa fenomena ini belum pernah terjadi di Indonesia. Jika pemerintah bisa mengambil kesempatan dan mencoba menerapkan maka bisa menjadi salah satu hal baik bagi pariwisata Indonesia. Hal ini juga bisa menjadi berkah karena begitu banyak opsi wisata yang bertemakan wisata alam di Indonesia. Fenomena ini juga bisa diarahkan dan diterapkan di beberapa tempat wisata alam, karena dianggap memiliki sirkulasi udara yang jauh lebih baik, berada di tempat terbuka dan ini bisa dilakukan sebagai sebuah tahap uji coba.

wisata alam
ilustrasi wisata alam

Di sudut pandang yang berseberangan, fenomena ini diyakini tidak akan sekuat India dan Eropa karena pemberlakukan PPKM di Indonesia tidak seketat itu. Ditambah juga masih ada “kesempatan” untuk bepergian ke beberapa wisata domestik yang ada di nusantara serta melakukan staycation. Bisa jadi ini akan tidak terlalu cocok untuk wisata lokal dan akan menjadi jauh lebih menguntungkan bagi wisata di luar Indonesia. Dorongan untuk berwisata ke luar Indonesia akan jauh lebih besar karena pembatasan ketat yang dilakukan oleh negara-negara di luar Indonesia. 

Sinergitas Antara Pemerintah Pusat hingga Daerah

Untuk itu diperlukan sinergitas antara pemerintah pusat hingga daerah dalam melakukan koordinasi dan komunikasi yang jelas dan terarah. Mengedepankan vaksinasi dan PCR test sebelum memulai sebuah perjalan wisata pasti akan menekan jumlah masyarakat yang terkena positifnya pandemi. Fenomena ini tentu saja bisa menjadi sebuah kesempatan dan tidak ada salahnya dicoba. Jika memang memberikan hasil positif maka juga akan memberikan dampak yang baik terhadap roda ekonomi di Indonesia. Semoga ke depannya Sobat Atourin dan masyarakat yang lain bisa berwisata lagi dengan jauh lebih leluasa, aman dan nyaman.