(Emmanual Axelliano)

Pandemi menjadi sebuah momok yang menakutkan bagi kita semua, dimana banyak golongan dan lapisan masyarakat terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung. Sektor-sektor unggul semua negara juga merasakan dampak buruknya. Termasuk sektor pariwisata di Indonesia. Hal itu membuat sektor pariwisata di Indonesia tidak siap dan kewalahan.

Bagaimana tidak? Pandemi benar-benar mematikan keran pemasukan dari setiap akses di dunia pariwisata. Pengunjung turun, peminat sepi, dan berbagai atraksi wisata yang perlahan mati. Hal ini juga pasti menjadi hambatan berarti bagi tempat wisata kecil yang selama ini pengelolaannya belum stabil. Selain menghadapi masalah internal atas pengelolaan tersebut, mereka juga “dipaksa” untuk merasakan beban eksternal.  Di banyak daerah di Indonesia, banyak tempat wisata tutup karena adanya aturan yang memang mewajibkan mereka tutup. Atau jika aturan memperbolehkan mereka buka, namun mereka secara sukarela menutup operasionalnya karena sepinya pengunjung.

ilustrasi pandemi

Karena pandemi membuat masyarakat berpikir bahwa tidak ada tempat yang aman selain di rumah. Padahal berwisata adalah salah satu kebutuhan primer bagi Sebagian orang. Padahal pasti ada loh, obyek wisata di sekitarmu yang aman dan nyaman dikunjungi saat pandemi.

Sobat Atourin tentu pernah dengar Tangerang, kan?! Tangerang selama ini dikenal sebagai kota 1000 industri. Julukan itu diberikan karena pusat industri di pulau Jawa rata-rata terletak di Tangerang. Tapi di balik itu, Tangerang juga menyimpan berbagai destinasi menarik untuk dikunjungi selama pandemi ini. Beberapa tempat memiliki makna dan pesan serta kesan tersendiri untuk dikulik dan dinikmati. Tangerang juga memiliki wisata-wisata bangunan tua seperti Museum Benteng Heritage yang terletak di kawasan Pasar Lama Tangerang. Ada sebuah masjid yang sudah berumur ratusan tahun karena dibangun pada tahun 1700 dan tempat ibadah itu bernama Masjid Kali Pasir. Terdapat juga sebuah klenteng yang juga sudah sangat berumur, namanya adalah Klenteng Boen San Bio yang didirikan pada tahun 1689. Bangunan ini sudah terdaftar dalam cagar budaya Indonesia. Di klenteng ini juga terdapat petilasan tokoh penyebar agama Islam di Jawa Barat yang bernama Raden Surya Kencana. Ada jyga Museum Benteng Heritage, sebuah bangunan tua yang menjadikan lantai pertama sebagai museum dan lantai sebagai tempat makan dan berkumpul di lantai dua. Sebagaimana museum pada umumnya, Museum Benteng Heritage menyuguhkan jejeran berbagai benda-benda sejarah menambah kesan historis yang semakin kuat di tempat ini.

Selain obyek wisata sejarah, Tangerang juga punya obyek wisata lain loh! Namanya adalah Tebing Koja yang terletak di Desa Cireundeu, Kecamatan Solear. Obyek wisata yang pada awalnya sebuah area penggalian pasir, yang kemudian ketika aktivitas pertambangan sudah berhenti, terdapat bekas dan sisa galian yang cukup dalam. Keluarga Udit sebagai pemilik lahan galian ini kemudian mengalihfungsikan lahan ini menjadi tempat bercocok tanam. Keputusannya untuk menanam padi dan kangkung ternyata menjadi awal mulai tempat ini dikenal masyarakat luas. 

ilustrasi Tebing Koja

Pada tahun 2012, Tebing Koja sudah dijadikan tempat untuk sesi pemotretan prewedding. Semenjak itu, maraknya pengguna aplikasi Facebook juga membuat tempat ini menjadi lebih mudah dan cepat tersebar ke masyarakat luas. Hal yang cukup mengejutkan karena kegiatan proses penggalian dan penambangan pasir yang dilakukan secara manual dan rutin menggunakan cangkul ini mampu memikat wisatawan, bekas galiannya pun berubah menjadi tebing-tebing batu tinggi yang tidak beraturan tapi justru menjadi sangat indah dan menawan. Tak heran hal itu mampu membuat wisatawan datang untuk berkunjung dan menikmati permandangan yang disajikan. Tidak lupa mereka mengabadikan momen berkunjung dengan berswafoto lalu kemudian diunggah ke media sosial. 

Tempat ini bernama Tebing Koja atau lebih sering disebut sebagai Tebing Godzilla. Pukul 7 pagi sampai setengah 6 sore menjadi jam operasional tempat ini untuk menerima wisatawan dan pengunjung. Biaya masuk ke tempat ini adalah sebesar 5 ribu rupiah per orangnya. Tebing Koja menjadi sebuah potensi yang menjanjikan. Namun tentang meledaknya tempat wisatawan ini hingga mampu mengundang banyak wisatawan tidak bertahan cukup lama. Tidak memiki kepemilikan yang jelas, pengelolaan wisata sebatas bisnis keluarga, ketersediaan fasilitas yang kurang memadai, dan kondisi lingkungan yang kurang terawat menambah masalah internal yang ada. Ditambah dengan datangnya pandemi menjadikan beban potensi wisata alam ini semakin berat. 

Tempat wisata alam dapat menjadi pilihan wisatawan  untuk menjadi tempat melepas penat dan mencari jeda waktu ke tempat yang asri. Peningkatan dan pengembangan terhadap fasilitas, akses, kondisi alam, penampakan tempat wisata, dan kebersihan harus dilakukan dengan maksimal dan matang. Hal tersebut harus dilakukan untuk memberikan tingkat pelayanan yang prima kepada wisatawan. Tentu saja hal ini bertujuan untuk menjadikan dan membawa dampak baik bagi Tebing Koja sendiri. Akan sangat disayangkan jika potensi ini harus kalah dengan perkembangan zaman yang dinamis dan cepat. Adaptasi juga harus dilakukan baik dari pengelola, pemerintah daerah, dan pusat untuk membawa angin segar kembali ke Tebing Koja.

ilustrasi Tebing Koja

Salah satu elemen yang memegang peranan penting adalah pegiat wisata setempat yang meliputi pemilik obyek wisata, pemandu wisata, dan masyarakat terkait lainnya. Pemberdayaan masyarakat yang optimal akan mampu menjadi sebuah hal yang vital untuk memajukan tempat wisata ini. Pemberian edukasi dalam mengelola dan merawat sebuah atraksi wisata akan menjadi sebuah pembeda yang signifikan. 

Saat pandemi sudah reda dan Sobat Atourin punya kesempatan jalan-jalan ke Tangerang, jangan lupa berkunjung ke Tebing Koja ya! Jangan lupa untuk terus menjadi pejalan yang bertanggungjawab. Selamat berwisata!