Area Candi Cetho, Salah Satu Candi yang Dibangun di Era Majapahit; Pemukiman di Era Majapahit Kemungkinan Besar Terlihat Seperti Ini

(Titus Agung Adiyatma)

Bangsa Cina terkenal sebagai bangsa yang gemar belajar dan menulis catatan sejarah. Di buku-buku pelajaran SD sampai SMA (kalau kamu masih ingat) tercatat bahwa tidak sedikit informasi mengenai kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara yang ditulis oleh orang-orang Cina yang berkunjung ke negeri kita dulu. Kerajaan Majapahit, yang merupakan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara, tentu saja tidak luput dari perhatian para musafir asal Tiongkok. Salah satu dari mereka yakni Ma Huan, seorang penerjemah yang menemani Laksamana Cheng Ho dalam pelayarannya ke wilayah Majapahit, tepatnya ke Pulau Jawa. Penasaran apa saja yang Ma Huan catat seputar Majapahit? Simak informasi selengkapnya di bawah ini.

Ma Huan mengunjungi Majapahit pada tahun 1413, yakni di saat Laksamana Cheng Ho melangsungkan ekspedisi pelayarannya yang ke-4. Dia bekerja sebagai penerjemah bagi laksamana tersebut. Pada saat rombongan mereka singgah di Jawa, Ma Huan menyempatkan diri untuk menulis catatan mengenai kerajaan yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Wikramawardhana dan beribu kota di Trowulan. Catatannya berisi mengenai kebudayaan, adat istiadat, dan beragam kondisi sosial ekonomi di Jawa di masa itu. Di kemudian hari catatan itu dikenal dengan nama Yingya Shenglan (masih ada dan dapat dibaca sampai sekarang).

Ilustrasi Belati

Dalam Yingya Shenglan, Ma Huan menuliskan mengenai cara berpakaian rakyat biasa di Majapahit. Baik laki-laki maupun perempuan memakai baju di badan bagian atas, lalu disambung dengan kain yang tak terjahit yang dibalut di bagian bawah tubuh mereka (seperti sarung atau jarik). Laki-laki, baik muda atau tua, membawa belati yang diselipkan di ikat pinggang mereka. Di sisi lain, ciri khas perempuannya yakni rambut mereka ditata dengan jepit rambut.

Ma Huan pun menuliskan bahwa orang-orang Majapahit sangat menghargai kepala mereka. Kalau ada yang menyentuh kepala mereka dan sampai terjadi kesalahpahaman, bisa-bisa pertengkaran pun tak terelakkan! Jelas, sampai sekarang sikap menghargai kepala ini masih dipegang teguh oleh masyarakat kita yang menganggap bahwa tidak sopan apabila kita sembarangan menyentuh kepala orang lain.

Ilustrasi Betel Nut / Buah Pinang

Orang-orang Majapahit suka mengonsumsi buah pinang dan sirih. Ma Huan melaporkan bahwa jika ada tamu yang berkunjung, alih-alih dihidangkan teh, tamu tersebut akan diberikan buah pinang. Berkaitan dengan kegiatan konsumsi, orang-orang Majapahit tidak makan dengan sendok atau sumpit, melainkan langsung dengan tangan. Makanan yang sering dikonsumsi yakni nasi. Selain itu, ada beragam buah-buahan yang dikonsumsi seperti pisang, kelapa, dan delima.

Beras: Makanan Pokok Orang Majapahit

Dari kunjungannya ke Jawa, sang penerjemah rombongan Laksamana Cheng Ho tersebut mengetahui tentang bagaimana orang-orang Majapahit berkomunikasi. Berbeda dengan negaranya, orang-orang Majapahit menulis dengan menggunakan lontar dan pisau tajam. Pisau tajam tersebut digunakan untuk mengukir huruf-huruf yang hendak ditulis di atas lontar. Selain itu, Ma Huan menulis bahwa saat berbicara, gaya bicara orang-orang Majapahit lembut dan enak didengar.

Walau terpisah oleh waktu yang ratusan tahun lamanya, ternyata tidak sedikit kesamaan antara orang-orang Majapahit di zaman dahulu dengan masyarakat Jawa di masa kini. Ingin tahu lebih banyak mengenai kehidupan di kerajaan legendaris satu ini? Berwisatalah ke Trowulan. Di sana akan ada pemandu-pemandu wisata yang dengan senang hati akan membantu memuaskan rasa hausmu akan ilmu pengetahuan.