Oleh Tim Asisten Penelitian Atourin

Desa wisata kini menjadi tren pariwisata dunia. Desa wisata didefinisikan sebagai kawasan perdesaan yang memiliki karakteristik tertentu untuk menjadi destinasi wisata. Biasanya, yang menjadi daya tarik wisata di desa wisata yaitu kondisi fisik lingkungan pedesaan serta kehidupan sosial-budaya masyarakat setempat (Zebua, 2016). Dalam sebuah kemajuan pariwisata di suatu daerah, tentunya harus melibatkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal. Oleh karena itu, masyarakat lokal harus aktif terlibat dalam pembangunan pariwisata di daerahnya. Pengelolaan desa wisata tidak terlepas dari peran masyarakat lokal dengan kearifan lokalnya yang menjadi salah satu penggerak kegiatan pariwisata dan nilai tambah bagi wisatawan untuk berkunjung ke desa wisata.

Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (2021), pengembangan dan pengelolaan desa wisata di Indonesia dilakukan dengan menerapkan konsep pariwisata berbasis masyarakat atau yang dikenal dengan Community-Based Tourism.

Apa itu Community-Based Tourism?

Secara konseptual, pariwisata berbasis masyarakat atau yang dikenal dengan Community-Based Tourism (CBT) adalah sebuah kegiatan pariwisata yang dimiliki dan dioperasikan oleh masyarakat serta dikelola dan dikoordinasikan pada tingkat masyarakat yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dengan mendukung mata pencaharian yang berkelanjutan dan melindungi nilai sosial-tradisi budaya dan sumber daya warisan alam dan budaya (ASEAN Community Based Tourism Standard, 2016). Prinsip dasar dari CBT menempatkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama dalam mengembangkan pariwisata baik dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan pengembangan pariwisata, maupun dalam pengelolaannya. Sehingga, manfaat kegiatan pariwisata sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat.

Adanya partisipasi aktif masyarakat dalam program pengembangan pariwisata di daerah mereka tentunya membawa beberapa keuntungan (Drake & Paula dalam Garrold, 2001), diantaranya :

  1. Adanya efisiensi program pengembangan pariwisata karena adanya konsultasi dan peran langsung masyarakat lokal yang lebih memahami karakteristik daerah tempat dikembangkannya pariwisata 
  2. Program pengembangan pariwisata pun jauh lebih efektif dengan adanya partisipasi masyarakat yang dapat membantu memastikan tujuan pengembangan pariwisata ini bisa dicapai atau tidak
  3. Dapat mendorong terciptanya program capacity building bagi masyarakat terkait pengetahuan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengembangan pariwisata
  4. Menjamin masyarakat mendapatkan keuntungan yang sesuai dengan penggunaan sumber daya 

Macam-Macam Pengelolaan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Desa Wisata

Mayoritas desa wisata di Indonesia dikelola oleh masyarakat desa setempat. Meski seringkali kelompok masyarakat pengelola kegiatan wisata ini didampingi oleh berbagai lembaga penelitian atau perusahaan setempat, masyarakat tetap memiliki kuasa untuk mengambil keputusan mengenai kawasan wisata di desa mereka. Terdapat tiga bentuk kelompok pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang umum ditemui di desa-desa wisata Indonesia:

Badan Usaha Milik Desa/BUMDes

BUMDes adalah badan usaha milik desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki desa. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BUMDes didefinisikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. 

BUMDes memungkinkan masyarakat desa untuk membangun infrastruktur dan fasilitas pendukung wisata lainnya menggunakan Dana Desa di bawah pengawasan pemerintah desa. Selain itu pemerintah desa juga berperan dalam mengelola anggaran, memastikan perlindungan hukum, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kegiatan wisata (Ihsan et.al., 2018). Karena BUMDes lebih berfokus pada pengembangan masyarakat, tak jarang skema ini kurang berfokus pada jumlah pemasukan yang didapatkan dari kegiatan wisata.

Kelompok Sadar Wisata/Pokdarwis

Pokdarwis adalah institusi lokal milik masyarakat desa yang khusus mengelola dan mengupayakan kemajuan kegiatan wisata di desa tersebut. Sebagai kelompok swadaya dan swakarsa dari masyarakat, pokdarwis muncul atas inisiatif dan kesadaran masyarakat sendiri (Putra, 2013). Pokdarwis biasanya terdiri dari kepengurusan inti (ketua, bendahara, dan sekretaris) dan anggota. Bersama-sama mereka mengambil keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pengembangan program dan atraksi wisata. Wewenang mereka biasanya diberikan atas dasar kesepakatan masyarakat desa. Tolak ukur keberhasilan Pokdarwis dilihat dari keberhasilan mereka mengembangkan kegiatan wisata dan bersaing dengan desa-desa wisata sekitar.

Komunitas

Komunitas mengedepankan masyarakat dalam seluruh aspek pengelolaan kegiatan wisata. Karena berusaha melibatkan seluruh elemen masyarakat desa dalam kegiatan wisata, pengelolaan skema ini lebih dinamis dibanding skema-skema lainnya. Kegiatan wisata berbasis komunitas seringkali bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pengunjung terhadap cara hidup dan dinamika komunitas terkait (Syafi’I dan Suwandono, 2015). Selain pengembangan ekonomi desa, Komunitas juga mempertimbangkan beberapa aspek lain, yaitu keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya.

Beberapa komunitas yang bergerak di sektor pariwisata di Indonesia antara lain GenPI (Generasi Pesona Indonesia), GenWI (Generasi Wonderful Indonesia), dan komunitas-komunitas lain di wilayah yang lebih sempit seperti komunitas di desa wisata. Komunitas memiliki peran yang penting dalam pengembangan desa wisata karena menjadi perantara antara wisatawan dan pihak pengelola pariwisata.

Penerapan Konsep Community-Based Tourism (CBT) di Borobudur

Siapa yang tak kenal dengan Kecamatan Borobudur, letak dari Destinasi Super Prioritas Candi Borobudur?

Kecamatan Borobudur ternyata memiliki banyak destinasi wisata yang bisa dikunjungi selain Candi Borobudur, salah satunya yaitu Desa Wisata Candirejo dan Karangrejo.

Nah, pengelolaan kedua desa wisata tersebut dilakukan oleh masyarakat lokal dengan menerapkan konsep Community Based Tourism (CBT), lho! Selain itu, kegiatan pariwisata di sana juga melibatkan masyarakat lokal dan komunitas/unit usaha, seperti dengan penyediaan homestay, pengelola home industry, hingga pemandu lokal.

Pengelolaan Pariwisata di Desa Wisata Candirejo

Pariwisata di Desa Wisata Candirejo dikelola secara terpusat oleh Koperasi Desa Wisata Candirejo. Koperasi Desa Wisata Candirejo dibentuk pada 3 Mei 2003 dan diperkuat sebagai badan hukum di Kabupaten Magelang pada 11 Maret 2004. Koperasi ini dibentuk sebagai Badan Pengelola Pariwisata oleh Pemerintah Desa Candirejo bersama tokoh masyarakat yang diperkuat dengan Surat Keputusan Desa Nomor 04/KEPDES/05/2003 tentang Pengelola Desa Wisata Berbentuk Koperasi Desa Wisata Candirejo. Hal ini menyebabkan pengelolaan pariwisata di Desa Wisata Candirejo terlepas dari struktur pemerintahan desa.

Koperasi Desa Wisata Candirejo dipimpin oleh ketua koperasi dan dalam kepengurusannya dibantu oleh sekretaris, bendahara, manajer pemasaran, karyawan koperasi, dan unit-unit usaha koperasi. Unit usaha yang terlibat dalam Koperasi Desa Wisata Candirejo meliputi pelaku kesenian tradisional, pemilik homestay, pengelola home industry, catering, pengelola pertanian, pemandu lokal, transportasi lokal (sepeda onthel dan dokar), pengelola rafting dan bambu rafting, serta simpan pinjam, yang seluruhnya melibatkan masyarakat lokal.

Koperasi Desa Wisata Candirejo juga menjalin kerja sama dengan beberapa mitra, seperti travel agent yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat (Bandung), Bali, Nusa Tenggara Timur, hingga Sulawesi Selatan (Makassar), dan sekolah unggulan atau perguruan tinggi. Selain itu, koperasi ini juga tergabung dalam jaringan ekowisata nasional.

Pengelolaan Pariwisata di Desa Wisata Karangrejo

Pariwisata di Desa Wisata Karangrejo dikelola oleh tiga pihak, yaitu BUMDes Karangrejo, Komunitas “Dolan nDeso Karangrejo”, dan Komunitas “Pendopo Tengah Deso”. BUMDes Karangrejo merupakan badan usaha yang dibentuk oleh Pemerintah Desa Karangrejo sedangkan komunitas “Dolan nDeso Karangrejo” dan “Pendopo Tengah Deso” diinisiasi oleh masyarakat Desa Karangrejo secara mandiri. Ketiga pengelola tersebut memiliki kepengurusan masing-masing.

BUMDes Karangrejo merupakan badan usaha bentukan desa sehingga memiliki struktur organisasi yang lengkap, mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. BUMDes Karangrejo memiliki beberapa unit usaha, seperti usaha wisata di Balai Ekonomi Desa (Balkondes), toko alat tulis kantor, dan koperasi simpan pinjam. Dari badan usaha ini, telah dibentuk kelompok kerja (Pokja) pariwisata yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antar pelaku wisata sekaligus memetakan potensi wisata di Desa Wisata Karangrejo. Sedangkan kepengurusan di komunitas hanya berupa tim manajemen dan unit-unit usaha atau vendor.

Ketiga pengelola pariwisata di Desa Wisata Karangrejo masing-masing memiliki paket wisata yang pelaksanaannya dibantu oleh unit usaha masing-masing, baik itu pengelola objek wisata, pemilik homestay, pengelola pertanian, VolksWagen (VW), dan sebagainya, dengan keunikannya masing-masing pula. Walaupun setiap pengelola memiliki unit usaha yang berbeda-beda, namun pelaksanaan seluruh kegiatan pariwisata di Desa Wisata Karangrejo melibatkan seluruh masyarakat.

Daftar Pustaka

Association of Southeast Asian Nations. (2016). ASEAN Community Based Tourism Standard. Jakarta: The ASEAN Secretariat.

Garrod, Brian. (2001). Local Participation in the Planning and Management of Eco-tourism: A Revised Model Approach. Bristol: University of the West of England. 

Ihsan, A. N., & Setiyono, B. (2018). Analisis Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Gerbang Lentera Sebagai Penggerak Desa Wisata Lerep. Journal of Politic and Government Studies, 7(04), 221-230.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. (2021). Membangun Ekosistem Desa Wisata Bersama Komunitas. Jakarta: Kemenparekraf/Baparekraf RI.

Putra, T. R. (2013). Peran Pokdarwis Dalam Pengembangan Atraksi Wisata di Desa Wisata Tembi, Kecamatan Sewon – Kabupaten Bantul. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 9(3), 225-235. https://doi.org/10.14710/pwk.v9i3.6522

Syafi’i, M., & Suwandono, D. (2015). Perencanaan Desa Wisata Dengan Pendekatan Konsep Community Based Tourism (CBT) Di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Ruang, 1(2), 51-60. https://doi.org/10.14710/ruang.1.2.61-70

Zebua, M. (2016). Inspirasi Pengembangan Pariwisata Daerah. Yogyakarta: Deepublish.