(Nafda Luhjinggan)

Time to Read: 4 minutes

Kampung halaman identik dengan suasana yang sejuk diiringi semilir angin, pemandangan pepohonan dan juga gunung-gunung. Setelah penat bertatapan dengan laptop seharian, sesekali menghela napas sambil membayangkan suara air mengalir, merdunya bisikan jangkrik, aroma tanah yang dibasahi hujan, dan sejuknya udara yang melewati lubang hidung membuat suasana hati kembali tenteram.

Kesibukan bekerja kerap kali memang membuat kita lelah. Sampai-sampai waktu istirahat, belum cukup untuk menyejukan pikiran dan hati. Ingin rasanya, saat penat datang langsung meluncur ke kampung halaman untuk sejenak relaksasi. Tapi rasanya tidak mungkin, kalau harus bolak-balik dari ibukota ke kampung halaman. Begitulah polemik yang dialami penduduk ibukota.

Ilustrasi Kota yang Sibuk (unsplash.com)

Seperti yang dikutip dari data.tempo.co (Selasa, 4/2/20) – Penelitian yang dilakukan oleh Savvy Sleeper di tahun 2019 lalu, menyatakan bahwa banyak penduduk kota mengalami tingkat stres cukup tinggi. Tokyo menduduki tingkat pertama yang penduduknya mengalami tingkat stres tertinggi di dunia. Kota Mumbai dan Seoul mengikuti peringkat selanjutanya. Sementara Kota Jakarta memiliki tingkat stres keenam didunia. Untuk menentukan tingkat stres, Savvy Sleeper memiliki 9 indikator untuk mengukurnya. Di antaranya, yaitu laporan mengenai tinjauan karyawan yang mengalami stres, laporan mengenai gangguan produktivitas, laporan tingkat motivasi kerja, pengaruhnya jam kerja, waktu yang digunakan untuk berlibur serta tidur yang cukup dan seberapa jauh perjalanan yang ditempuh oleh pekerja setiap harinya. Menarik bukan? Tarik napas dan keluarkan dengan rileks. 

Jika kamu penat di tanah perantauan, ada beberapa pilihan yang bisa kamu lakukan. Misalnya, mengunjungi staycation yang mengusung konsep destinasi alam, dekorasi ulang rumahmu dengan suasana pedesaan atau kalau kamu memiliki dana dan lahan yang luas, kamu bisa membangun destinasi “Kampung Halaman” mu sendiri dengan metode ekowisata.

Ilustrasi Homestay (unsplash.com)

Yang dimaksud destinasi “Kampung Halaman” ialah destinasi yang menyuguhkan homestay dan lahan bertani atau berkebun untuk para wisatawan. Dengan tujuan, siapapun yang berlibur kesana akan mendapatkan rutinitas baru untuk beberapa waktu bersama dengan alam. Kegiatan yang bisa dilakukan ialah belajar berkebun, membajak sawah, menggiling padi, memerah susu, memancing, melakukan Yoga dan masih ada puluhan kegiatan yang bisa dilakukan selama berlibur di dalam satu tempat destinasi. 

Ilustrasi Pulau Sumba (unsplash.com)

Konsep serupa, bisa dilihat di Hotel Nihi Sumba yang ada di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Hotel ini memanjakan para tamunya untuk belajar bersama penduduk asli sambil berlibur. Kelebihan dari konsep ini ialah selain untuk melepaskan penat, para pendatang juga bisa menyumbang ke kegiatan sosial yang hotel ini miliki atau kerjasamakan dengan pihak lain. Suasana alam yang natural dan design kamar hotel yang lekat dengan rumah adat membuat Nihi Sumba meraih penghargaan sebagai Hotel Terbaik di Dunia menurut Majalah Travel+Leisure di tahun 2016 dan 2017 berturut-turut. 

Destinasi semacam ini, biasanya dibangun di pelosok pedesaan. Tapi bagaimana kalau destinasi ini dibangun di tengan-tengah Ibukota? Apakah akan tetap terasa sama suasananya? Tentunya akan menjadi daya tarik baru bagi wisatawan kota. Alih-alih ingin pulang kampung, malah membawa kampung ke kota. Kamu mau mencobanya?

Kamu juga bisa menemukan banyak informasi dan inspirasi jalan-jalan yang menarik di berbagai daerah di Indonesia dan informasi pariwisata lainnya, tentunya hanya di website dan medsos Atourin!