(Monika Leonita)

Sastra Indonesia merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang patut dibanggakan. Banyak kisah dan ceritera yang mengangkat dan bahkan menyinggung perjalanan sejarah Indonesia. Dengan menyelami karya-karya sastra Indonesia, kita dapat mempelajari banyak hal yang sejatinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari identitas Indonesia.

Sayangnya di tengah perkembangan teknologi yang pesat ini, sastra tidak lagi menarik di mata banyak orang, terutama para generasi muda. Hal-hal yang berbau asing dan modern mungkin lebih menarik hati, ketimbang meniti kisah-kisah lama negeri sendiri, yang sebetulnya punya daya tariknya tersendiri. Namun, satu hal yang patut diapresiasi adalah munculnya inisiatif dari berbagai pihak dengan tujuan untuk mengenalkan dan melestarikan sastra Indonesia.

Salah satunya adalah Indonesia Kaya yang hadir sebagai wadah yang memperkenalkan dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Sejak tahun 2011, Indonesia Kaya yang diprakarsai oleh Bakti Budaya Djarum Foundation telah mendukung lebih dari 1.500 kegiatan budaya dan menjalin kerjasama dengan para pegiat seni. Berbagai pertunjukan yang diadaptasi dan terinspirasi dari permasalahan sosial masyarakat maupun cerita sastra Indonesia, mendapat banyak apresiasi dan perhatian dari banyak pihak.

Serial Musikal Nurbaya menjadi persembahan terbaru dari Indonesia Kaya. Terinspirasi dari novel sastra berjudul Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai karya Marah Roesli, serial ini menceritakan bagaimana perjuangan seorang perempuan bernama Nurbaya dalam mengejar mimpi dan kisah cintanya. Nurbaya yang hobi membaca dan berpikiran maju akan hak-hak perempuan bercita-cita menjadi seorang jurnalis. Namun dalam perjalanannya, Nurbaya dihadapkan dengan pilihan sulit yang membutuhkan pengorbanan.

Graphical user interface

Description automatically generated with medium confidence
Poster Serial Musikal Nurbaya (sumber: djarumfoundation.org)

Walaupun ini bukan pertama kalinya novel Sitti Nurbaya diadaptasi dalam bentuk media lain, serial ini menjadi pionir teater musikal yang difilmkan. Berlatar belakang pandemi COVID-19 yang masih belum selesai, musikal yang tadinya akan digelar secara langsung terpaksa disesuaikan agar dapat tetap terlaksana. Nyatanya ini menjadi sebuah ide cemerlang dalam dunia industri kreatif, yang tentu menjadi tantangan pula bagi tim produksi.

Menggabungkan dua elemen yaitu teknik panggung dan teknik film tentu bukan sesuatu yang mudah. Namun Serial Musikal Nurbaya berhasil dikemas dengan apik oleh Venytha Yoshiantini dari Teater Musikal Nusantara (TEMAN) selaku sutradara teater musikal dan Naya Anindita selaku sutradara film. Selama dua setengah bulan, 28 peserta yang lolos dari audisi terbuka, berproses mengikuti pelatihan bersama dengan Garin Nugroho selaku produser eksekutif, Gabriel Harvianto dan Andrea Miranda sebagai pelatih vokal, dan Ivan Tangkulung sebagai komposer musik.

Kini, Serial Musikal Nurbaya sudah bisa sobat Atourin saksikan di kanal YouTube Indonesia Kaya secara gratis. Bertujuan untuk memberikan tontonan yang berkualitas, menghibur, sekaligus menginspirasi di tengah PPKM, Indonesia Kaya sudah merilis episode pertamanya pada 1 Juli lalu. Nantinya serial musikal ini akan berjumlah enam episode, dengan setiap episodenya yang akan dirilis setiap hari Kamis jam 19.00 WIB.

Nah bagi sobat Atourin yang lebih suka binge-watching dan mau menunggu sampai episodenya lengkap terlebih dahulu, tenang aja! Selain Serial Musikal Nurbaya, adapula serial Sandiwara Sastra yang merupakan alih wahana dari berbagai karya sastra yang dipersembahkan oleh Titimangsa Foundation. Bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemdikbud RI dan KawanKawan Media, Sandiwara Sastra juga diproduksi di tengah pandemi di tahun 2020 lalu dan sudah bisa dinikmati sejak Juli 2020.

Berbeda dengan Serial Musikal Nurbaya, Sandiwara Sastra adalah pertunjukan seni yang berbentuk siniar atau podcast. Walaupun Sandiwara Sastra tidak memiliki bentuk visual, justru disitulah letak keunikan serta tantangannya bagi para pelakonnya. Narator dan para pengisi suara di setiap episodenya berhasil menghidupkan karakter-karakter karya sastra yang selama ini hanya bisa dibayangkan oleh pembacanya. Cerita dan emosi yang digambarkanpun dapat dinikmati bahkan bagi para pendengar yang belum membaca karya aslinya.

Dengan total 10 episode, hampir seluruh episode Sandiwara Sastra dialihwahanakan dan disutradarai oleh Gunawan Maryanto, bekerjasama dengan produser Happy Salma dan Yulia Evina. Menariknya, setiap episode dimeriahkan oleh berbagai artis serta pegiat industri kreatif ternama yang menjadi narator dan pengisi suara tokoh dalam cerita-ceritanya, seperti Eva Celia, Lukman Sardi, Nicholas Saputra, Iqbaal Ramadhan, dan bahkan salah satu jurnalis terkenal, Najwa Shihab.

A picture containing text

Description automatically generated
Poster Sandiwara Sastra (sumber: instagram Titimangsa Foundation)

Sudah cukup penasarankah sobat Atourin? Agar lebih mengenal karya sastra ternama yang dialihwahanakan dalam Sandiwara Sastra, yuk lihat terlebih dahulu beberapa rekomendasi episodenya!           

Mencari Herman
Merupakan alih wahana dari cerita pendek berjudul sama karya Dee Lestari, Mencari Herman menceritakan sebuah perjalanan panjang seorang perempuan bernama Hera yang diperankan oleh Pevita Pearce. Pencarian manusia bernama Herman ini adalah pencarian tidak berujung dan tidak berkesudahan, yang uniknya menjadi motivasi bagi Hera untuk terus melanjutkan kehidupan di tengah malapetaka yang dialaminya. Bersama dengan tokoh Abang yang diperankan oleh Ario Bayu, dan dinarasikan oleh Widi Mulia, Mencari Herman menjadi episode perdana yang cukup menggigit.

Catatan Buat Emak
Dinarasikan oleh Lukman Sardi, Catatan Buat Emak merupakan alih wahana dari novel berjudul Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Melalui perjalanan romansa Rasus dan Srintil yang berbalut kemiskinan, misteri, dan ambisi, pendengar akan diajak mengenal lebih dekat sebuah dunia yang tampak kecil dan sederhana bernama Dukuh Paruk. Happy Salma memerankan Srintil, si penari ronggeng Dukuh Paruk, dan aktor ternama Reza Rahadian berperan sebagai Rasus, sang kekasih yang menemukan sosok emaknya dalam diri Srintil.

Kemerdekaan
Makna kemerdekaan mungkin patut dipertanyakan kembali saat kita diajak mendengar diskusi seorang Juragan Tua dan perkutut kesayangannya. Saat seekor perkutut yang ditawarkan kemerdekaan malah ketakutan setengah mati, terjadilah perdebatan panjang yang menyulut amarah Juragan Tua yang menurutnya ketakutan tersebut adalah sebuah kebodohan. Diceritakan dengan gaya komedikal, Kemerdekaan yang diadaptasi dari salah satu cerita buku ZigZag berjudul sama karya Putu Wijaya, akan dinarasikan oleh Adinia Wirasti. Perkutut diperankan oleh Iqbaal Ramadhan dan Juragan Tua diperankan oleh Arswendy Bening Swara.

Perempuan Indigo
Sandi Yuda seorang pemuda berumur 20 tahunan, bertemu dengan Lalita, perempuan misterius berciri khas keunguan yang terobsesi akan Borobudur. Diolah dari novel petualangan Lalita bagian pertama satu seri Bilangan Fu, karya Ayu Utami, kita akan diajak berpetualang meniti aspek-aspek kehidupan dengan berbagai penggambaran yang abstrak dan di luar nalar. Tokoh Lalita yang elegan dan serba sempurna diperankan oleh Chelsea Islan, Sandi Yuda oleh Oka Antara, dan dilengkapi oleh Jefri Nichol sebagai narator.

Seribu Kunang-Kunang di Manhattan
Sepasang kekasih, Jane dan Marno menghabiskan waktu bersama di sebuah apartemen di Manhattan. Saling berbagi cerita sambil meminum alkohol untuk menepis kebosanan yang mengudara, Jane bernostalgia tentang bermacam-macam kejadian di hidupnya. Sedangkan Marno, hanya memikirkan seribu kunang-kunang yang ada di desa kelahirannya. Pada akhirnya, rasa bosan yang muncul terlalu mendominasi. Dilakoni oleh Tara Basro sebagai Jane dan Nino Kayam sebagai Marno, cerita ini dialihwahanakan dari cerpen berjudul sama karya Umar Kayam, dan dinarasikan oleh Maudy Koesnadi.

Itulah cuplikan beberapa dalam Sandiwara Sastra. Tentunya masih ada lima episode lainnya yang tidak kalah menarik, seperti Helen Menunggu di Amsterdam, Berita dari Kebayoran, Layar Terkembang, Persekot, dan Sersan Ipi. Kelima episode tersebut juga dialihwahanakan dari karya sastra milik sastrawan ternama yaitu, Pidi Baiq, Pramoedya Ananta Toer, Sutan Takdir Alisyahbana, Eka Kurniawan, dan Felix K. Nesi. Kesepuluh episodenya bisa sobat Atourin dengarkan secara gratis di berbagai platform podcast Budaya Kita, antara lain, Spotify, Breaker, Pocket Casts, Castbox, Anchor, Google Podcasts, dan Apple Podcasts.

Dengan menilik dan menyusuri pertunjukan seni Indonesia, kita dibawa dan diajak kembali melihat sejarah Indonesia dan salah satu keindahannya yaitu sastra Indonesia itu sendiri. Berbagai karya sastra yang dialihwahanakan dengan berbagai latar belakang juga membawa kita ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan dunia. Oleh karena itu, karya sastra juga bisa mengobati rasa rindumu akan jalan-jalan.

Nah, bagi sobat Atourin yang masih belum merasa puas, Atourin juga punya banyak sekali jalan-jalan virtual. Yuk langsung aja cek di website dan media sosial Atourin untuk informasi lebih lanjutnya!