(Nadya Ovelia Wijaya dan Monika Leonita)

Hingga saat ini, pandemi COVID-19 telah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Dampak yang timbul pada berbagai sektor tentunya semakin parah terutama pada sektor pariwisata. Pembatasan aktivitas membuat pariwisata Indonesia menjadi semakin lesu dikarenakan masyarakat tidak bisa melakukan perjalanan secara bebas. Namun situasi ini juga membawa tren baru dimana traveling secara virtual menjadi salah satu alternatif yang dipilih oleh orang-orang yang sudah rindu untuk menjelajahi keindahan alam Indonesia. Terdapat banyak alasan yang membuat virtual tourism, kemudian kami sebut dalam artikel ini sebagai wisata virtual, ini menarik, namun juga masih ada banyak aspek yang dirasa oleh masyarakat perlu untuk dikaji dan diatur lebih lanjut dalam regulasi resmi yang dibuat oleh pihak terkait.

Dalam rangka mengembangkan wisata virtual di Indonesia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Pusat Perencanaan dan Pengembangan Kepariwisataan Institut Teknologi Bandung (P-2Par ITB) melaksanakan kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) untuk mengkaji wisata virtual yang ada di Indonesia. Pada 30 Juli 2021 lalu, kegiatan DKT ini dilakukan secara daring dan memasuki pertemuan ketiga yang membahas tentang “Laporan Akhir Kajian Virtual Tourism”. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari kegiatan DKT sebelumnya, yaitu pada tanggal 2 Juni 2021 dan 16 Juli 2021.

Dokumentasi DKT P-P2Par ITB 2021

Seperti dalam dua diskusi sebelumnya, kegiatan DKT ini dimulai dengan pemaparan laporan terlebih dahulu dan setelahnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang mengarah langsung pada diskusi bersama. Paparan di awal mengenai perkembangan dan hasil laporan akhir kajian wisata virtual dijelaskan oleh salah satu perwakilan peneliti P-P2Par ITB yaitu As’ad Farag. Kegiatan diskusi kali ini semakin dekat dengan tujuan dari penelitian yang dilangsungkan, yaitu membuat rekomendasi kebijakan dan strategi terkait wisata virtual. Hal ini juga sampaikan oleh Direktur Kajian Strategis, Dr. Ir. Wawan Rusiawan, MM saat membuka acara. “Mendefinisikan wisata virtual memang sebuah tantangan, namun nantinya wisata virtual ini menjadi salah satu bentuk wisata yang bisa diakui. Harapannya, kajian ini bisa menjadi sebuah tonggak dan langkah awal dalam mengembangkan wisata virtual, yang di mana bermanfaat bagi para pelaku wisata maupun masyarakat dari berbagai aspek.”

Dalam acara ini, pihak penyelenggara memberikan paparan seputar perkembangan konsep pariwisata virtual di Indonesia dan dunia yang mana memberi penekanan pada aspek teknologi dan pengalaman yang akan didapatkan oleh peserta. Dijelaskan juga mengenai empat kelompok tujuan dari pelaksanaan pariwisata virtual yaitu pendidikan, pemasaran, perencanaan, dan pengelolaan. Tidak hanya itu, penyelenggara juga memaparkan hasil dari survei yang telah mereka lakukan terkait dengan karakteristik dan preferensi wisatawan terhadap produk pariwisata virtual di Indonesia. Secara garis besar, dapat disimpulkan dari hasil survei tersebut bahwa kebanyakan masyarakat mengikuti tur virtual dengan tujuan untuk mencari informasi mengenai destinasi yang akan mereka kunjungi di kemudian hari dan bukan untuk menggantikan perjalanan tersebut.

Selain itu, terdapat lebih dari 70% responden yang setuju akan perlunya regulasi tentang pariwisata virtual di Indonesia. Hal ini menjadi pembahasan yang menarik karena menunjukkan bagaimana wisata virtual masih memiliki banyak potensi dan aspek yang bisa terus dikembangkan agar nantinya dapat tetap eksis meski pandemi telah berakhir. Dilanjutkan dengan pembahasan isu-isu strategis pengembangan pariwisata virtual di Indonesia, terdapat beberapa aspek yang mencakup pemasaran, sumber daya, keterlibatan masyarakat, penguatan ekosistem, regulasi, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi dasar bagi penyelenggara dalam merumuskan konsep wisata virtual serta dalam menyusun rekomendasi perumusan kebijakan dan strategi pengembangan pariwisata virtual di Indonesia.

Ilustrasi Pantai di Maluku

Dalam sesi tanya jawab dan diskusi yang berlangsung setelah pemaparan, berbagai pihak yang diundang ikut terlibat mengkritisi laporan akhir kajian wisata virtual tersebut. Salah satunya mengenai data yang disajikan terkait dengan indikasi ekonomi penyedia jasa tur virtual dan hasil survei yang dilakukan. Roby Ardiwidjaja selaku Peneliti Direktorat Kajian Strategis berpendapat bahwa data yang disajikan harus sesuai dengan kondisi pada umumnya dan bukan mengacu pada saat pandemi saja. Selain itu beliau juga menyarankan untuk membuat rekomendasi kebijakan yang lebih konkrit untuk jangka panjang maupun pendek.

Pendapat lain datang dari Norman Lee selaku perwakilan dari Indonesia Virtual Tour yang menyinggung tentang krisis ketahanan budaya. Menurutnya, wisata virtual justru harus difokuskan dan dimanfaatkan untuk mempertahankan dan membangkitkan ketertarikan masyarakat akan budaya Indonesia yang sudah mulai pudar. Hal ini disambut baik oleh Dr. Ir. Wawan Rusiawan yang sekaligus menutup sesi kegiatan DKT ketiga tersebut. Beliau menyetujui bahwa wisata virtual bisa membantu Indonesia dalam mengatasi krisis ketahanan budaya dan hal tersebutlah yang menjadi tantangan untuk para penyedia jasa agar bisa mengemas konten budaya yang bernilai dengan menarik. Namun mengenai DKT yang dilangsungkan, menurutnya, tujuan kajian ini lebih terfokus memberikan edukasi kepada publik tentang kekurangan dan kelebihan wisata virtual, sehingga nantinya masyarakat bisa menilai dan memilih sendiri.

Ilustrasi Soto Banjar

Diskusi Kelompok Terpumpun ini telah membawa banyak pandangan dan gagasan baru serta pembahasan dan juga data-data yang belum pernah dikumpulkan sebelumnya terkait dengan wisata virtual. Dengan terlaksananya acara ini, Atourin berharap hasil dari kajian dan juga survei yang telah dilakukan dapat menjadi dasar dalam penyusunan regulasi serta strategi pengembangan pariwisata virtual Indonesia. Atourin sebagai pioneer dan salah satu leading provider dari wisata virtual di Indonesia terus konsisten mempromosikan dan mengembangkan wisata virtual ini. Selama setahun ke belakang, Atourin telah menyelenggarakan lebih dari 220 wisata virtual ke seluruh 34 provinsi di Indonesia dan juga beberapa destinasi mancanegara. Atourin tentu sangat antusias dan terbuka untuk berbagai kolaborasi lanjutan terkait dengan berbagai pihak untuk sebesar-besar manfaat bagi pariwisata Indonesia.