(Tasya Kania Azzahra)

Kebudayaan, tradisi, kepercayaan, dan alam. Keempat kata tersebut menggambarkan Indonesia secara utuh. Namun, Sobat Atourin harus tahu jika keempat kata tersebut bagi Indonesia tidak bisa terpisahkan begitu saja. Hal ini dibuktikan dengan adanya tradisi sasi laut yang merupakan tradisi antara kepercayaan dengan menjaga alam. Sasi laut adalah tradisi yang bertujuan untuk menjaga hasil laut dari keserakahan manusia. Di Kapatcol, Papua Barat, tradisi ini dilakukan oleh mama-mama Papua khususnya kelompok wanita gereja lokal Papua. Kapatcol adalah salahs atu daerah di Kepulauan Misool.

Sobat Atourin pasti bertanya-tanya, bagaimana, sih, menjaga hasil laut di sana? Nah, tradisi sasi ini berperan sebagai larangan yang berlaku di sebuah kawasan untuk tidak mengambil hasil laut dari beberapa spesies seperti teripang, lola, dan lobster dalam jangka waktu tertentu. Tradisi ini dilakukan untuk membuat spesies-spesies tersebut berkembang biak dengan baik yang nantinya dapat menghasilkan jumlah yang melimpah. Sehingga, mama-mama di Kapatcol akan mengambil hasil laut sesuai dengan kebutuhan mereka dengan rentang waktu yang sudah ditentukan bersama. Tentu sebagai sebuah tradisi, sasi juga terdiri dari ritual membuka dan menutup sasi.

Untuk tradisi membuka sasi, biasanya akan dilakukan dengan pembacaan doa oleh ketua adat atau pemuka agama setempat. Acara dilanjutkan dengan melarung sesaji atau “kakes” yang terdiri dari kopi, sirih, pinang, tembakau, kapur, rokok, dan gula yang ditempatkan di piring berwarna putih. Kemudian, tradisi sasi laut ini akan dibuka atau dipanen setiap bulan April.

Sobat Atourin juga perlu tahu jika sasi laut hanya dibuka selama satu minggu dan kemudian ditutup dengan rentang waktu dua sampai tiga tahun. Wah, lama, ya? Eits, tapi Sobat Atourin jangan khawatir, karena ketentuan ini dilakukan untuk menikmati hasil yang indah kita perlu waktu untuk menunggunya.

Namun, tidak hanya masalah waktu dan kawasan saja yang ditentukan secara bersama. Untuk mengambil biota laut di kawasan sasi juga ditentukan ukuran minimalnya. Misalnya, untuk ukuran lola yang diambil harus minimal berdiameter 6 cm, berat lobster minimal 6 ons, dan untuk teripang minimal 16 cm panjangnya.

Selain, untuk menjaga alam dan mendapatkan hasil biota laut yang melimpah di waktu yang tepat. Sasi juga dilakukan untuk menjaga kestabilan harga dari biota laut berekonomis tinggi seperti teripang, udang, dan lola.

Oh iya, Sobat Atourin, tradisi sasi ini tidak hanya ada di Raja Ampat saja, lho! Tradisi sasi dapat ditemukan di Provinsi Maluku seperti di Kepulauan Kei, Pulau Seram, Kabupaten Aru, Halmahera, dan beberapa daerah lainnya. Kemudian, untuk Provinsi Papua yang menerapkan tradisi sasi selain Raja Ampat ialah Nabire, Sorong, Biak, Manokwari, Waropen Sarmi, Yapen, Fakfak, Numfor, dan Kaimana.

Selain itu juga, ternyata sasi ini banyak kategorinya, lho! Salah satunya adalah sasi berdasarkan lokasi, di antaranya ada sasi laut, sasi hutan, sasi kali (sungai), dan sasi pantai.

Nah, Sobat Atourin itu tadi penjelasan sasi laut di Raja Ampat. Apa Sobat Atourin sudah mulai tertarik untuk melihat dan ikut serta dalam kegiatan sasi ini? Jika, ya, Sobat Atourin bisa mengunjungi daerah di Provinsi Maluku dan Papua yang melakukan tradisi sasi, ya!