(Nadya Ovelia Wijaya)
Malang merupakan salah satu destinasi wisata yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Banyak orang yang mengunjungi Malang Raya karena keindahan alamnya yang mempesona. Namun selain itu, Malang juga menyimpan sejuta cerita mengenai sejarah, seni, dan budayanya yang unik dan tidak dapat ditemukan di daerah lain. Salah satu ciri khas dari Malang adalah Topeng Malangan yang merupakan seni topeng hasil budaya tradisional setempat. Menurut sejarah, Kota dan Kabupaten Malang merupakan salah satu tempat utama persebaran seni topeng yang ada di tanah Jawa.
Topeng dipandang bukan hanya sebagai benda seni, namun juga sebagai penggambaran simbolis untuk menghormati roh nenek moyang. Kesenian topeng sendiri sebenarnya dimiliki oleh sebagian besar masyarakat di pelosok nusantara, namun Topeng Malangan menjadi salah satu yang paling terkenal dikarenakan keunikannya. Ciri khas Topeng Malangan terletak pada pemaknaan bentuk hidung, mata, bibir, warna topeng, dan ukirannya. Terdapat lima warna dasar yang digunakan serta menjadi simbol dari karakter topeng atau tokoh yang diperankan dalam Topeng Malangan. Warna tersebut antara lain merah yang menggambarkan angkara murka, hijau yang menggambarkan kedamaian, kuning yang menggambarkan kemuliaan, putih yang menggambarkan kejujuran serta kesucian, dan hitam yang menggambarkan kebijaksanaan.
Terdapat berbagai karakter atau tokoh dalam Topeng Malangan dengan sifat khusus yang berbeda-beda seperti topeng Klana yang bersifat agresif, keras, dan lugas; topeng Panji yang bersifat sakti, bijak, dan baik budi; topeng Putri yang bersifat lembut, rendah hati, dan feminim; dan lain sebagainya. Setiap topeng memiliki ciri khas fisik masing-masing yang membedakan satu dengan lainnya serta menonjolkan karakter mereka yang berbeda-beda. Pada jaman dahulu, topeng terbuat dari bahan-bahan seperti batu, logam, dan bahkan emas. Namun saat ini topeng dibuat dengan bahan dasar kayu yang lebih mudah untuk ditemukan dan digunakan. Biasanya para pengukir Topeng Malangan adalah seniman yang memiliki keterampilan tidak hanya sebagai pengukir namun juga sebagai penari topeng.
Tahap-tahap dalam pembuatan topeng ini cukup sederhana. Pertama, pengukir akan memilih jenis kayu yang cukup tua karena memiliki struktur yang lebih kuat. Kemudian kayu dipotong-potong sesuai dengan ukuran topeng dan kayu akan dikeringkan. Setelah itu, potongan kayu yang sudah kering akan mulai digambari pola dan diukir sesuai dengan pola tersebut. Dalam proses pengukiran, biasanya topeng juga akan disesuaikan dengan karakter yang akan dibuat, maka dari itu pengukir harus berhati-hati untuk dapat menggambarkan karakter dengan tepat. Kemudian kayu akan digosok menggunakan amplas dan dicat menggunakan pewarna alami tradisional. Bahan pewarna ini digunakan karena tidak mudah kotor saat terkena debu dan keringat si penari topeng.
Pelestarian Topeng Malangan saat ini sudah menurun dibandingkan dengan jaman dahulu. Saat ini daerah yang masih cukup eksis dalam melestarikan Topeng Malangan adalah Dusun Kedungmonggo yang terletak sekitar sepuluh kilometer dari pusat kota. Menurunnya jumlah pelestarian topeng ini dikarenakan dulu topeng memiliki makna religius dan banyak digunakan dalam aktivitas keagamaan, namun saat ini topeng hanya difungsikan sebagai bagian dari seni dan budaya.
Selain itu, penyebab menurunnya jumlah desa pelaku budaya Topeng Malangan adalah kurangnya potensi pengembangan di sektor ekonomi. Tanpa keinginan luhur untuk memelihara warisan budaya, profesi sebagai pelaku budaya tidak lebih menjanjikan daripada profesi pedagang dalam konteks ekonomi. Bagaimana tidak, menurut wawancara yang dilakukan dengan salah satu pelaku budaya Ririn Budi pada tahun lalu, ia menyampaikan bahwa untuk mengerjakan pesanan satu Topeng Malangan saja diperlukan waktu setidaknya satu minggu untuk pengerjaan. Harga jual topeng tersebut tentu tidak sebanding dengan lama pengerjaannya. Perkembangan zaman juga secara tidak langsung mengubah gaya hidup masyarakat secara perlahan. Perubahan gaya hidup ini mempengaruhi peran dari produk budaya yang bukan lagi produk yang memenuhi kebutuhan pasar. Produk budaya yang dulunya berfungsi diubah menjadi bentuk simbolik dimana pembeli produk tidak lagi membeli karena fungsinya, tetapi lebih karena faktor historis dan simbolik atas identitas budaya tertentu sebagai seni (Armayuda, 2016).
Salah satu sanggar yang masih secara aktif menggunakan dan melestarikan Topeng Malang adalah Sanggar Asmorobangun yang didirikan oleh Mbah Mun, seorang seniman pembuat sekaligus penari wayang Topeng Malangan. Selain untuk keperluan sanggar, masyarakat Kedungmonggo juga menggunakan Topeng Malangan sebagai sumber pendapatan karena banyak orang terutama wisatawan yang membeli topeng ini untuk dijadikan sebagai pajangan dan oleh-oleh. Topeng Malangan merupakan kesenian warisan dari nenek moyang kita yang tumbuh dan hidup dalam lingkungan masyarakat Malang.
Topeng Malangan menyimpan sejuta pesona yang dapat membuat kita dapat lebih mendalami seni dan budaya dari tanah Jawa. Kesenian ini juga sarat dengan nilai-nilai luhur yang merupakan aset bangsa yang perlu dilestarikan. Jika kalian datang berkunjung ke Kota Malang, jangan lupa untuk membeli Topeng Malangan sebagai oleh-oleh ya sobat Atourin! Dengan begitu kalian juga turut melestarikan dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomi masyarakat penghasil Topeng Malangan.