(Titus Agung Adiyatma)
Berbicara tentang Indonesia, tentu tidak mungkin tidak menyebut rempah-rempah. Berbicara tentang rempah-rempah, tentu tidak mungkin tidak menyebut Banda. Dahulu kala, hanya di kepulauan inilah tumbuh subur pala—suatu rempah yang saking berharganya sampai-sampai darah pun tumpah demi memperolehnya. Tentu saja, Banda bukan hanya soal pala. Di kepulauan ini, ada segudang cerita yang sekelumitnya disajikan dalam artikel ini.
Faktanya, Banda adalah nama kepulauan, dan Pulau Banda adalah satu dari sebelas pulau yang termasuk dalam kepulauan tersebut. Dari kesebelas pulau tersebut, hanya tujuh yang berpenghuni, dan yang paling terkenal di antaranya yakni Pulau Banda, Pulau Lontar, dan Pulau Run. Di pulau-pulau inilah tanaman pala dibudidayakan, dan dari pulau-pulau ini sejarah Banda dan pala tidak dapat dipisahkan. Sejarah mencatat bahwa demi pala orang-orang Eropa rela berlayar mengarungi lautan untuk dapat langsung memperolehnya dari sumbernya. VOC, perusahaan dagang legendaris dari Belanda, bahkan sampai berperang di Banda demi memonopoli suplai dan perdagangan rempah tersebut. Tercatat bahwa setelah VOC menaklukkan Banda, hanya tersisa 100 orang asli Banda saja pada tahun 1681. Perang, pembantaian, dan penaklukkan—semua demi seonggok bumbu dapur.
Waktu membawa angin perubahan. Setelah lewat hampir 3,5 abad, lantas bagaimana kabar Banda? Di tangan Republik Indonesia, Kepulauan Banda kini termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, populasi penduduknya sudah mencapai 18.544 jiwa. Ketiadaan sungai di semua pulaunya membuat kepulauan ini tidak mampu melaksanakan pertanian dalam skala besar seperti di Jawa. Hasil pertanian hanya berupa singkong dan garam yang dapat dengan mudah ditemukan di seantero pulau. Masih ditanamkah pala? Masih. Pala bahkan menjadi satu-satunya hasil perkebunan di kepulauan ini.
Ratusan tahun berlalu, zaman silih berganti. Walau demikian, seperti jantung dalam tubuh manusia, keberadaan pala di Banda sungguh tak tergantikan. Pala membentuk masa lalu Banda, menghidupi masa kininya, dan akan melapangkan jalan menuju masa depannya. Sektor pariwisata Banda semakin hari semakin gencar dikembangkan. Salah satu pendukung pariwisata di Banda yakni perkebunan-perkebunan pala yang sudah membuka diri untuk dikunjungi oleh wisatawan yang penuh rasa ingin tahu. Kedatangan para wisatawan di Banda Neira, sudah pasti akan membawa peluang dan keuntungan yang dapat memajukan Banda.
Biji pala nan merah, ibarat darah yang mengalir di nadi kehidupan Banda. Kalau ada waktu dan kesempatan, cobalah berkunjung ke sini. Sambil ditemani semilir angin Laut Banda, duduk dan renungkanlah betapa istimewanya tanah tak bersungai ini—yang dari jerih payah para pekebunnya, mengalir cita rasa pala yang tak tertandingi.