Tasya Kania Azzahra
Time to read: 4 menit
Hai sobat Atourin! Berbicara mengenai Dieng mungkin yang terlintas di pikiran kamu adalah sebuah kawasan dataran tinggi dengan angin sejuk dan manisan buah carica. Namun, selain kedua ciri khas tersebut, terdapat hal menarik yang dapat kita kenal lebih jauh dari julukan negeri atas awan ini. Dieng merupakan dataran tinggi di Jawa Tengah yang secara administratif masuk ke dua wilayah kabupaten yakni Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara.
Dieng terkenal karena kekayaan seni, budaya, dan sejarahnya. Salah satu atraksi budaya yang sangat populer ialah ruwatan rambut gimbal yang merupakan upacara pemotongan rambut gimbal (gembel) pada anak-anak yang dilakukan oleh masyarakat sekitar sana. Dalam kehidupan masyarakat Dieng, melalui mitos mulut ke mulut mereka (baca: masyarakat Dieng) mempercayai bila anak-anak berambut gimbal ialah titisan dari Kiai Kolodote dan Nini Roro Ronce yang bekerja di bawah naungan penguasa Lautan Selatan, Nyai Roro Kidul. Kemudian, menurut kepercayaan masyarakat setempat anak-anak yang memiliki rambut gimbal pun harus melakukan proses ruwatan pemotongan rambut dan perlu diketahui juga jika rambut gimbal tumbuh pada anak usia satu hingga lima tahun.
Dieng Culture Festival
Tentunya rambut gimbal tidak tumbuh begitu saja pada anak-anak. Ada beberapa tanda yang menyertainya, seperti perubahan suhu pada tubuh anak menjadi lebih panas atau demam. Bahkan, di beberapa kondisi ada yang mengalami kejang-kejang. Selain itu, masyarakat juga percaya jika rambut gimbal boleh dipotong bila permintaan dan keinginan si anak yang bersangkutan sudah terwujud, karena ini menjadi salah satu syarat wajib dalam ritual pemotongan rambut. Namun, keinginan masing-masing anak berambut gimbal pun berbeda, terkadang terdengar unik bahkan sulit ditebak keinginan sebelumnya. Rasta, salah satu anak berambut gimbal memiliki keinginan untuk memiliki kuda. Kemudian, ada juga anak lain yang ingin melihat gedung Monumen Nasional (Monas), atau ingin memiliki uang dengan jumlah yang sesuai dengan keinginan mereka.
Sebagaimana proses ruwatan lainnya, ruwatan rambut gimbal ini mesti dilakukan secara sakral dan dipimpin oleh ketua adat setempat, karena ada mitos yang mengatakan jika pemotongan rambut tidak dilakukan secara sakral, si anak akan sering jatuh sakit dan rambut gimbal akan tetap tumbuh. Selanjutnya, rambut gimbal yang sudah terpotong akan dilarung ke sungai yang alirannya akan bermuara ke Samudera Hindia.
Kamu juga perlu tahu, ritual pemotongan rambut gimbal yang dilakukan secara massal ini sudah berjalan sejak 12 tahun yang lalu. Bahkan tradisi ini pun menjadi puncak acara dalam Dieng Culture Festival, di mana setiap tahunnya Dataran Tinggi Dieng akan mengadakan festival budaya. Dieng Culture Festival (DCF) biasanya akan dilaksanakan menjelang bulan Agustus atau September, karena ruwatan pemotongan rambut gimbal harus dilakukan pada tanggal 1 Suro dalam Kalender Jawa. Sebagai tradisi kearifan lokal, ruwatan rambut gimbal dan Dieng Culture Festival menjadi daya tarik bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke negeri atas awan ini. Bahkan, menurut situs Mongabay.com pada DCF 2019 ada 177 ribu wisatawan lokal dan 930 wisatawan asing yang melihat acara tersebut.
Tidak hanya ruwatan rambut gimbal saja yang menjadi daya tarik DCF. Sebab, festival budaya ini akan dimeriahkan dengan pelepasan 1000 lampion, kirab budaya, Festival Caping Gunung Dieng, hingga makan kentang goreng bersama, dimana kentang menjadi komoditi terbesar pertanian Dataran Tinggi Dieng. Lalu, karena padatnya kegiatan yang dilakukan saat DCF, acara tersebut biasa dilakukan selama beberapa hari. Akan tetapi, kamu tidak perlu khawatir bila ingin menikmati seluruh rangkaian acara, karena akan ada ratusan homestay yang dapat kamu tempati di sana.
Namun, sangat disayangkan pada tahun 2020 Dieng Culture Festival dan ruwatan rambut gimbal tidak dapat dinikmati secara langsung, karena adanya pandemi yang tidak memungkinkan untuk membuat kegiatan dengan jumlah peserta yang banyak. Dengan jumlah animo masyarakat yang besar untuk melihat ruwatan rambut gimbal juga membuat konsep acara diubah menjadi virtual, yang tentunya masyarakat dapat menyaksikan di berbagai sosial media dan platform digital. Dengan terobosan ini, diharapkan semangat pelestarian budaya masyarakat Dieng dapat terus ada dan wisatawan dapat melihat seluruh prosesinya ini secara virtual, tidak terbatas lokasi dan waktu.
Nah, bagaimana sobat Atourin, apakah kamu tertarik akan rangkaian acara DCF ini? Jangan lupa, jika nanti pandemi berlangsung turun atau bahkan hilang, sempatkan jalan-jalan ke Dieng. Atau tentunya kamu juga bisa melihat DCF secara virtual. Sampai jumpa di Dieng!