(Sabila Rosyida)
Kebun binatang merupakan salah satu industri yang paling merugi sejak Covid-19 melanda dunia. Pasalnya, jika sektor lain dapat mengalihkan pekerjaan mereka separuh atau sepenuhnya lewat rumah, maka kebun binatang tidak bisa memberlakukan sistem serupa, mengingat adanya ratusan satwa yang bergantung pada pekerja kebun binatang untuk bertahan hidup.
Faktor terbesar dari “terpeleset”nya kebun binatang di Indonesia adalah penurunan drastis pemasukan dari tiket pengunjung. Seperti kita tahu, sejak kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan dan kebijakan pembatasan sosial yang seakan tanpa akhir diberlakukan, animo masyarakat untuk berlibur seakan “terjun bebas”. Untuk menekan laju pertumbuhan kasus positif Covid-19, Pemerintah menganjurkan masyarakat untuk tetap di rumah jika tidak ada kebutuhan mendesak; mengunjungi kebun binatang tentu tidak menjadi prioritas bagi siapa pun di masa sulit ini.
Lantas, bagaimana sih, langkah yang diambil pihak pengelola kebun binatang dalam memenuhi hak-hak satwanya? Dalam artikel ini, Atourin akan menjabarkan kilas balik perjalanan kebun binatang di Indonesia dalam menghadapi Covid-19, termasuk rekayasa skema yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan para satwa dan upaya pemulihan kebun binatang pasca angka Covid-19 di Indonesia menurun.
Kebun Binatang Sebelum Pandemi
Saat ini, terdapat 57 Lembaga Konservasi yang menjadi bagian dari Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia, dengan perincian 14 LK Pemda, 34 LK Swasta, 1 LK kerja sama Pemda dan Swasta, dan 8 LK Yayasan. Dari jumlah tersebut, Lembaga Konservasi, termasuk kebun binatang, menyerap sebanyak 22 ribu tenaga kerja. Adapun satwa yang dirawat lembaga-lembaga tersebut mencapai setidaknya 70 ribu satwa dalam 4.912 jenis berbeda.
Mengingat angka-angka tersebut, tak heran jika pengeluaran satu kebun binatang saja bisa mencapai ratusan juta rupiah dalam sebulan. Bandung Zoological Garden (Bazoga), misalnya, membutuhkan dana sebesar 300 juta per bulan untuk pakan dan perawatan kesehatan 850 ekor satwa di dalamnya. Sementara itu, Taman Satwa Taru Jurug di Solo, Jawa Tengah, membutuhkan dana sebesar 120 juta per bulan untuk menjaga keberlangsungan hidup 405 ekor satwanya. Estimasi biaya ini belum termasuk biaya operasional dan gaji pegawainya.
Kebutuhan akan dana tersebut sebagian besar di-cover oleh tiket pengunjung. Menurut Ketua Umum Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia Rahmat Shah dalam laman resmi Kemenparekraf, sebelum pandemi, jumlah kunjungan wisatawan ke kebun binatang bisa mencapai 50 juta orang per tahunnya. Tak hanya biaya pakan dan perawatan kesehatan satwa, pemasukan dari tiket pengunjung dapat dialokasikan lagi untuk pengembangan sarana di dalam kebun binatang.
Kebun Binatang Selama Pandemi
Kalau sobat Atourin pernah melihat foto-foto satwa kebun binatang yang kering kerontang di media sosial, penurunan jumlah pengunjung selama pembatasan sosial merupakan salah satu penyebabnya. Dari rata-rata jumlah 50 juta pengunjung tiap tahunnya, PKBSI mencatat penurunan sebesar 20 – 30% jumlah pengunjung kebun binatang di Indonesia selama pandemi. Bagi Bazoga, misalnya, penurunan jumlah pengunjung berarti pengurangan 90% pendapatan utama kebun binatang.
Sebagai gambaran, pada kondisi normal, Bandung Zoological Garden bisa menarik 300 – 700 pengunjung di hari kerja, 1.000 – 1.500 pengunjung di hari Sabtu, dan 3.000 – 5.000 pengunjung di hari Minggu dan hari libur nasional. Bahkan selama sepuluh hari libur lebaran, kebun binatang tersebut bisa menjual 120 ribu tiket. Mirisnya, seminggu sebelum pemberlakuan PSBB, jumlah pengunjung tidak mencapai angka 1.000 pada hari Minggu hingga menyisakan dua pengunjung saja pada Jumat pekan berikutnya.
Kondisi setiap kebun binatang di Indonesia tidak jauh berbeda dengan Bandung Zoological Garden. Di awal pandemi, sesuai kebijakan Pemerintah, kebun binatang terpaksa ditutup bersama dengan ruang publik lainnya. Dilansir dari laman bbc.com, PKBSI mengumumkan hasil survei internalnya bahwa sebanyak 92,11% kebun binatang di Indonesia hanya mampu menyediakan pakan kurang dari satu bulan pada April 2020; satu bulan sejak kasus pertama Covid-19 di Indonesia diumumkan.
Skenario Kebun Binatang dalam Hadapi Pandemi
Izin operasi yang diberikan pasca status Covid-19 di lingkungan bersangkutan dinilai aman tidak lantas membuat dinamika kehidupan dalam kebun binatang kembali normal, sobat Atourin. Berbagai skenario dikembangkan pihak pengelola untuk menyesuaikan situasi yang ada tanpa harus mencederai hak-hak satwa sesuai aturan lembaga konservasi.
Skenario yang direncanakan antara lain adalah pengefisienan pakan satwa, penggalangan donasi, penurunan harga tiket, hingga pengorbanan satwa untuk pakan satwa karnivora sebagai skenario terburuknya.
Pengefisienan pakan satwa dilakukan oleh Bandung Zoological Garden. Dilansir dari bbc.com, beberapa satwa dikurangi pakannya atau disubstitusi. Jika biasanya, pakan satwa karnivora terdiri dari 50% ayam dan 50% sapi, maka untuk menghemat biaya, mereka menggunakan 75% ayam dan 25% sapi. Untuk satwa herbivora, pihak pengelola juga menurunkan kualitas pakan untuk menyesuaikan sisa anggaran yang ada.
Lain halnya dengan Bazoga, Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) di Solo menolak mengurangi kualitas dan kuantitas pakan satwa-satwanya. Untuk mengatasi kekurangan dana, Pemkot Solo secara rutin memberikan bantuan sebesar 100 juta per bulannya. TSTJ juga menerima donasi pakan dari publik sebesar 300 juta. Usaha pencapaian kestabilan ini dimantapkan dengan ide pembayaran tiket di
muka seharga 20.000 per orang, yang terjual sebanyak 62.000 lembar tiket dari target penjualan 10.000 lembar tiket.
Skenario pengorbanan satwa herbivora untuk satwa karnivora hanya akan dijalankan apabila kebun binatang tidak lagi memperoleh pemasukan yang cukup baik dari segala strategi yang telah disusun maupun dari donasi pemerintah dan publik. Mengingat per Juli 2021, angka positif Covid-19 di Indonesia menurun drastis, kita bisa berharap skenario terakhir ini tidak perlu dijalankan.
Upaya Pemulihan Kebun Binatang oleh Kemenparekraf
Dilansir dari laman resmi Kemenparekraf, Menparekraf Sandiaga Uno menyatakan dalam audiensinya dengan PKBSI bahwa dana hibah didorong untuk diperluas bukan hanya untuk hotel dan restoran, tapi juga untuk taman rekreasi seperti kebun binatang.
Menparekraf juga berkomitmen untuk menyelenggarakan program vaksinasi bagi tenaga kerja di kebun binatang, membantu publikasi penggalangan dana untuk pemenuhan kebutuhan satwa, serta menyusun program apresiasi bagi tenaga kesehatan untuk berlibur ke kebun binatang seperti Fauna Land di Jakarta dan Taman Safari Indonesia di Bogor.
Jadi, begitulah beberapa catatan perjalanan kebun binatang yang “terpontang-panting” selama masa pandemi. Segala kerusakan yang ditimbulkan pandemi pada satwa-satwa di kebun binatang kemungkinan akan tetap tinggal dalam waktu lama; namun bukan berarti keadaan ini tidak bisa diperbaiki. Meski sempat kewalahan, langkah strategis pihak pengelola kebun binatang terbukti efisien dan perlu kita apresiasi.
Tentu kita semua berharap bahwa kondisi ini segera membaik, Setelah negeri kita cukup aman, jangan lupa bantu satwa-satwa tersebut dengan menyempatkan diri berkunjung ke kebun binatang, ya, sobat Atourin! Pastikan kamu jalan-jalan sambil terus menjalankan protokol kesehatan. Kamu juga bisa membantu meringankan beban pihak pengelola dengan memberikan donasi pakan satwa.