Sobat Atourin, tahukah kamu kalau dahulu kala ada sebuah kerajaan bernama Sekar Kuning di negeri Tonjeng Beru? Kerajaan ini berdiri megah di tepi pantai yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Rajanya bernama Raden Pandji Kusuma (dikenal juga sebagai Raja Tonjeng Beru) yang memerintah bersama permaisurinya, Dewi Seranting.
Kehidupan rakyat kala itu makmur dan sejahtera. Kebahagiaan kerajaan semakin lengkap saat sang permaisuri melahirkan seorang putri cantik jelita bernama Mandalika.
Putri Mandalika yang Santun dan Dicintai Rakyat
Putri Mandalika tumbuh menjadi gadis santun, rendah hati, dan sangat menyayangi rakyatnya. Ia bahkan sering membantu warga dengan tangannya sendiri tanpa memedulikan statusnya sebagai bangsawan. Tak heran, ia begitu dicintai dan dibanggakan oleh rakyatnya.
Kecantikannya yang tersohor sampai terdengar ke berbagai negeri. Akibatnya, banyak pangeran dari kerajaan lain datang menghadap Raja Tonjeng Beru untuk menyampaikan niatnya meminang sang putri.
Perebutan Hati Putri Mandalika
Satu demi satu pangeran datang dengan lamaran dan membawa hantaran mewah berupa emas, kain sutra, hingga makanan khas negeri mereka masing-masing. Ternyata ada belasan pangeran yang datang dari berbagai negeri dengan tujuan yang sama, yaitu hendak menjadikan putri mandalika sebagai permaisuri nya. Mereka semua tampan, terpelajar, dan berkharisma. Namun, tumpukan hantaran benda benda indah itu justru menjadi beban untuk Putri Mandalika.
Karena banyaknya pelamar yang datang, raja Tonjeng Beru mengadakan rapat dengan permaisuri dan putrinya. Sang raja tidak bisa memilih pangeran mana yang akan diterima dan ingin putri nya sendiri yang memilih. Ibu dan Ayah Putri Mandalika merestui siapapun yang akan ia pilih, mereka hanya bisa mendoakan semoga putrinya dapat memilih suami yang tepat.
Sang putri pun meminta untuk seluruh pangeran berkumpul di malam harinya. Sambil menunggu jawaban Putri Mandalika, semua pangeran yang telah datang berada di istana khusus tamu, para pangeran tak sabar menunggu. Sang putri yang telah mengamati dari kejauhan terkejut melihat sikap sombong dan kekanak-kanakan para pangeran yang saling membanggakan diri, merendahkan satu sama lain dan mengancam akan berperang bila tidak dipilih.
Melihat hal tersebut, Putri Mandalika menjadi gelisah. Ia tak ingin pilihannya menyebabkan peperangan yang akan menyengsarakan rakyatnya.
Pertapaan di Pantai Seger
Sang putri akhirnya berunding kembali dengan ayah dan ibunya. Raja dan ratu merasakan hal yang sama dengan Putri Mandalika, mereka juga kebingungan. Hingga sang ayah menyarankan putrinya untuk pergi meminta petunjuk pada sang Maha Pencipta. Jawaban apapun yang didapatkan, raja dan ratu akan menerima dan mendukungnya.
Berangkatlah sang putri menuju ke Tebing Pantai Seger untuk bersemedi. Setelah 3 hari bersemedi, putri kembali menuju istana kerajaan dengan sebuah keputusan besar. Ia mengumpulkan para pangeran dan memerintahkan untuk besok pagi datang ke Pantai Seger, karena disanalah akan diberitahu jawabannya.
Keputusan Mengejutkan Putri Mandalika
Pagi hari yang ditunggu pun tiba, kabar ini juga telah tersebar di kalangan rakyat kerajaan Sekar Kuning. Kawasan Pantai Seger telah dipadati penduduk yang penasaran dengan jawaban Putri Mandalika. Sang putri pun tiba dengan didampingi kedua orang tuanya.
Ia terlihat mempesona dengan balutan busana sutra warna-warni yang dikenakan. Rambutnya panjang terurai di bawah mahkota, matanya nampak tegas namun teduh. Setelah melihat para pangeran, Putri Mandalika berjalan sendirian menuju ke tebing tempatnya bersemedi. Ini membuatnya terlihat di antara kerumunan orang.
“Aku tidak ingin ada pertumpahan darah di negeri ini. Aku hanya ingin rakyat hidup makmur, aman, dan tenteram. Sungguh aku tak sanggup melihat peperangan dan permusuhan. Kalian para pangeran tentu akan tetap bisa hidup enak. Tetapi ingatlah nasib rakyat kalian, rakyatlah yang selalu menjadi korban dan menderita akibat perang. Karena itu, aku memutuskan untuk menerima lamaran kalian semua,” ujar sang putri.
Namun, keputusan itu bukanlah untuk memilih satu pangeran. Melainkan, sebuah pengorbanan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Pengorbanan Sang Putri
Setelah berpamitan kepada ayah dan ibunya, Putri Mandalika menghadap ke samudra dan melompat terjun ke laut. Ombak besar pun datang menyambut dan menelan tubuhnya. Semua orang panik dan berusaha menyelamatkannya, namun tidak ada satu orang pun berhasil menemukannya.
Tiba-tiba, ribuan cacing laut berwarna-warni muncul dari ombak, warnanya menyerupai kain yang dipakai Putri Mandalika. Rakyat pun sadar bahwa sang putri telah menjelma menjadi “nyale”, cacing laut yang dipercaya membawa berkah.
Lahirnya Tradisi Bau Nyale
Raja memerintahkan rakyat untuk mengumpulkan semua nyale itu. Sebagian mereka masak, sebagian lagi ditaburkan ke sawah dan ladang sebagai lambang kesuburan, sesuai pesan terakhir sang putri.
Para pangeran pulang tanpa membawa permaisuri, namun mereka belajar untuk menjadi pemimpin yang bijak dan rela berkorban bagi rakyatnya.
Sejak saat itu, setiap hari ke-20 bulan ke-10 penanggalan Suku Sasak, masyarakat Lombok mengadakan Upacara Bau Nyale untuk mengenang pengorbanan Putri Mandalika.
Pesan Moral yang Bisa Kita Ambil
Sobat Atourin, legenda Putri Mandalika bukan hanya kisah tentang cinta, tetapi juga pengorbanan demi kedamaian. Sang putri rela melebur menjadi bagian dari laut agar rakyatnya tidak menderita akibat peperangan.
Jadi, kalau kamu berkunjung ke Lombok, jangan lupa mampir ke Pantai Seger dan ikut merasakan tradisi Bau Nyale, ya!
Biar nggak ketinggalan cerita lainnya dan tips wisata seru di seluruh Indonesia, yuk follow Instagram @atourin dan kunjungi website atourin.com sekarang juga!