(Iqbal Maulana)
Candi merupakan salah satu bangunan tinggalan dari masyarakat masa Hindu-Buddha atau masa klasik yang sampai saat ini kita bisa lihat. Sebagai sebuah material budaya, tentu saja candi menyimpan banyak informasi, seperti teknologi pembuatan, kepercayaan masyarakat, budaya, cerita-cerita baik mitologi maupun bukan, dan lain sebagainya. Sumber informasi tersebut salah satunya bisa kita dapat melalui relief-relief di candi.
Pada beberapa candi yang ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur terdapat relief-relief, baik relief mengenai kisah kepahlawanan, keagamaan, maupun kisah lainnya. Salah satu kisah menarik yang dapat kita lihat melalui ukiran relief pada candi adalah kisah romantisme. Kisah romantisme tersebut dapat kita temukan melalui ukiran relief pada candi-candi di Jawa Timur. Salah satu kisah romantisme yang terukir pada relief-relief candi di Jawa Timur adalah mengenai kisah Sri Tanjung.
Kisah Sri Tanjung yang terukir pada relief candi biasanya hanya berupa relief potongan saja. Relief potongan yang dimaksudkan tersebut adalah relief yang hanya menggambarkan sepenggal kisah dari suatu kesatuan cerita yang utuh. Dengan begitu, relief-relief yang mengisahkan cerita Sri Tanjung pada candi-candi di Jawa Timur hanya berupa relief yang menggambarkan salah satu bagian dari keseluruhan kisah Sri Tanjung. Terdapat tiga candi di Jawa Timur yang memiliki relief kisah Sri Tanjung loh.
Potongan Relief Candi Jabung dan Candi Surowono
Candi pertama di Jawa Timur yang memiliki relief penggambaran kisah Sri Tanjung adalah Candi Jabung. Candi tersebut merupakan salah satu candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. Candi yang berbentuk unik ini ternyata memiliki relief potongan yang menggambarkan adanya sesosok gadis yang sedang menaiki ikan. Penggambaran relief tersebut diambil dari salah satu bagian dari cerita Sri Tanjung, yaitu bagian ketika Sri Tanjung sedang berada di alam arwah untuk kemudian menuju alam baka dengan menunggangi ikan tersebut.
Penggambaran sosok Sri Tanjung yang sedang menaiki ikan tersebut dapat kita jumpai juga di Candi Surowono. Candi ini terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri. Penggambaran relief Sri Tanjung yang sedang menaiki ikan di Candi Surowono terlihat sangat cantik dan lebih rapi dibandingkan dengan relief dari Candi Jabung. Pada Candi Surowono, relief tersebut dibuat dengan mendetail dan sangat jelas. Namun, sayangnya pada Candi Jabung dan Candi Surowono, penggambaran relief kisah Sri Tanjung hanya berupa relief potongan saja. Lalu apakah relief-relief Sri Tanjung yang ditemukan di candi hanya berupa relief potongan saja?
Cerita Lengkap di Candi Penataran
Tentu saja tidak karena pada candi ketiga ini terdapat penggambaran kisah Sri Tanjung yang cukup lengkap pada reliefnya. Candi tersebut dikenal dengan nama Candi Penataran. Candi ini berada di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar. Pada Candi Panataran ini, kamu bisa melihat penggambaran relief Sri Tanjung yang cukup lengkap loh, meskipun penggambaran ceritanya tidak dari awal kisah Sri Tanjung. Apabila berdasarkan ceritanya, kisah Sri Tanjung dimulai ketika bertemunya Sri Tanjung dengan Raden Sidapaksa di kediaman Bhagawan Tamba Petra yang terletak di Pegunungan Prang Alas. Kala itu Raden Sidapaksa diperintah Raja Sulakrama untuk bertemu Bhagawan Tamba Petra untuk meminta obat, namun takdir mempertemukannya dengan Sri Tanjung sehingga mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menikah. Setelah menikah, Sri Tanjung mengikuti suaminya pulang ke Negeri Sindurejo sehingga ia akhirnya bertemu dengan Raja Sulakrama yang diam-diam jatuh cinta kepadanya dan berusaha merebutnya dari Raden Sidapaksa.
Kisah awal tersebut tidak ditemukan penggambaran reliefnya pada Candi Panataran, namun relief yang menggambarakan kisah Sri Tanjung pada candi tersebut dimulai ketika Raja Sulakrama memerintahkan Raden Sidapaksa untuk pergi ke Swargaloka. Atas perintah itu, Raden Sidapaksa pergi, dan kondisi ini dimanfaatkan sang raja untuk menggoda Sri Tanjung. Adegan tersebut tergambarkan pada dua panel relief, pertama pada relief yang menggambarkan sesosok pria yang kita kenal sebagai Raden Sidapaksa yang sedang terduduk untuk memikirkan cara agar ia dapat pergi menuju Swargaloka. Kedua pada relief yang menggambarkan sosok Sri Tanjung yang sedang berduaan dengan Raden Sidapaksa. Pada panel relief kedua tersebut menggambarkan cerita ketika Sri Tanjung memberikan selendang peninggalan ibunya sehingga Raden Sidapaksa bisa menuju Swargaloka.
Cerita pada kedua panel relief tersebut berlanjut ke relief yang menggambarkan sesosok wanita yang membelakangi seorang pria. Penggambaran tersebut merupakan kisah ketika Sri Tanjung digoda oleh Raja Sulakrama. Jadi setelah Raden Sidapaksa berpamitan kepada Sri Tanjung, lalu muncul Raja Sulakrama yang berniat untuk menggoda Sri Tanjung yang sendirian di rumahnya. Namun, Sri Tanjung seakan-akan tidak peduli terhadap sosok pria tersebut.
Relief Sri Tanjung pada Candi Panataran terus berlanjut. Pada relief berikutnya terdapat sosok pria yang sedang memohon ampun kepada wanita yang membelakanginya. Relief tersebut menggambarkan cerita ketika Sri Tanjung mengucapkan sumpahnya bahwa ia tidak berbohong kepada Raden Sidapaksa. Sri Tanjung mengatakan bahwa ucapan Raja Sulakrama hanyalah fintah belaka. Jadi setelah Raja Sulakrama gagal menggoda Sri Tanjung, akhirnya ia memiliki ide jahat lainnya untuk memisahkan kedua pasangan tersebut. Idenya tersebut adalah menebarkan fitnah bahwa Sri Tanjung adalah wanita penggoda kepada Raden Sidapaksa ketika ia baru saja pulang dari Swargaloka. Dengan fitnah tersebut akhirnya Raden Sidapksa bertengkar dengan Sri Tanjung hingga akhirnya mengeluarkan sumpahnya. Raden Sidapaksa berkata “Bunuh saja aku dengan keris mu itu, apabila aku benar maka yang keluar dari tubuh ku adalah darah yang beraroma harum, namun jika aku bersalah maka darah yang keluar dari tubuh ku beraroma amis”. Setelah Sri Tanjung bersumpah, Raden Sidapaksa yang sudah dipenuhi oleh amarah pun membunuh Sri Tanjung dengan kerisnya.
Pada relief berikutnya di Candi Pantaran nampak sebuah relief yang sudah tidak asing, yaitu relief yang menggambarkan Sri Tanjung yang sedang menaiki ikan. Ketika Sri Tanjung berada di alam arwah untuk menuju alam baka dengan menaiki ikan, ia bertemu dengan sosok Ra Nini. Sosok ini akhirnya menceritakan bahwa Raden Sidapaksa menyesal karena telah membunuh Sri Tanjung. Sri Tanjung pun akhirnya dibawa ke rumah Bhagawan Tamba Petra dengan kondisi tersebut. Lalu pada relief berikutnya nampak sosok seorang pria yang tengah berdiri di depan pohon besar. Pria tersebut adalah Raden Sidapaksa yang digambarkan tengah berkelana di tengah rasa penyesalannya karena telah membunuh istri tercintanya.
Pada relief-relief berikutnya terdapat penggambaran cerita ketika Raden Sidapaksa bertemu dengan Ra Nini. Lalu Ra Nini yang merasa berhutang budi kepada nenek moyang dari Raden Sidapaksa pun memberitahukan bahwa Sri Tanjung masih hidup dan berada di rumah Bhagawan Tamba Petra. Akhirnya, Raden Sidapaksa pun menuju ke Pegunungan Prang Alas. Sementara itu, pada relief berikutnya terdapat penggambaran suasana di kediaman dari Bhagawan Tamba Petra. Pada relief tersebut digambarkan sosok Sri Tanjung yang masih menaiki ikan dan sosok Sri Tanjung yang sedang berdiri. Berdasarkan relief tersebut diketahui adanya penggambaran transisi ketika Sri Tanjung dihidupkan kembali. Lalu pada panel relief berikutnya nampak sosok Sri Tanjung yang sedang terduduk dengan dihadapannya terdapat Bhagawan Tamba Petra bersama dengan pelayannya.
Setelah itu, terdapat relief yang menggambarkan sosok Sri Tanjung yang sedang berhadapan dengan Raden Sidapaksa. Di antara keduanya terdapat sebuah mahkota yang berada di atas meja. Rupanya relief tersebut menceritakan kisah ketika Sri Tanjung memberikan satu syarat kepada Raden Sidapaksa agar ia bisa dimaafkan dan kembali hidup bersama dengan Sri Tanjung, yaitu membunuh Raja Sulakrama dan merebut mahkotanya. Raden Sidapaksa pun menerima syarat tersebut dan bertarung dengan Raja Sulakrama. Akhrirnya ia berhasil mengalahkan Raja Sulakrama tersebut dan membawa mahkotanya ke hadapan Sri Tanjung.
Terakhir, terdapat sebuah relief yang menggambarkan dua sosok manusia yang sedang berpelukan. Relief tersebut menggambarkan akhir cerita dari kisah romantisme Sri Tanjung dengan Raden Sidapaksa. Pada relief tersebut diceritakan bahwa Sri Tanjung akhirnya kembali hidup bersama dengan Raden Sidapaksa.
Nilai Pembelajaran
Begitu lah kisah romantisme dari pasangan Sri Tanjung dengan Raden Sidapaksa yang terukir hampir lengkap pada relief-relief di Candi Panataran. Kisah yang memberikan banyak pelajaran bagi generasi mendatang itu masih terukir hingga kini pada relief-relief candi tersebut. Dengan adanya kisah romantisme Sri Tanjung pada relief-relief candi, kita semua dapat melihat dan mengetahui bahwa relief-relief pada candi itu ternyata bukan hanya sekadar ukiran saja. Namun juga memiliki narasi-narasi pada masa lalu yang menyimpan banyak pesan moral untuk generasi mendatang. Berdasarkan kisah Sri Tanjung kita bisa belajar bahwa kita tidak boleh begitu saja percaya terhadap perkataan orang lain yang belum pasti. Kedua, juga mengajarkan arti kesetiaan, dan mengajarkan bahwa kita tidak boleh mengambil suatu keputusan ketika berada dalam kondisi yang dipenuhi oleh amarah. Sebenarnya masih banyak kisah-kisah menarik lainnya yang tersimpan pada ukiran relief di candi-candi yang ada di Indonesia. Jika kamu merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut kisah-kisah di balik relief pada candi-candi lainnya di Indonesia, maka kamu bisa mengetahuinya lebih lanjut dengan mengunjungi Instagram dan website Atourin.