(Mohamad Fadel Ramadhan)
Halo Sobat Atourin! Pada kesempatan kali ini, Atourin ingin memperkenalkan sebuah konsep yang mungkin terdengar asing di telinga kalian. Konsep ini bernama Sister City atau dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai Kota Kembar atau Kota Bersaudara.
Sister City adalah konsep kerjasama antara dua kota atau lebih yang memiliki perbedaan geografis, administratif, dan politik yang berbeda dan bertujuan untuk menjalin kerjasama dalam hubungan sosial antar masyarakat serta budaya. Kerjasama yang dijalin biasanya adalah tentang tata kelola kota, pendidikan, lingkungan, perdagangan, dan tentunya pariwisata.
Kemiripan karakteristik wilayah atau masalah-masalah yang dihadapi juga dapat menjadi penyebab mengapa kedua kota memutuskan untuk melakukan kerjasama. Namun perlu ditekankan bahwa kemiripan-kemiripan tersebut bukanlah jadi landasan utama mengapa kota-kota tersebut melakukan kerjasama, melainkan karena mereka saling membutuhkan dan melengkapi.
Aktivitas Sister City pertama kali dilakukan di Eropa pada tahun 1920 antara Kota Keighley di Inggris dan Kota Poix-du-Nord di Prancis. Namun, nama konsep yang digunakan bukanlah Sister City, melainkan Twin City atau Kota Kembar. Kerjasama ini semakin banyak dilakukan seiring perkembangannya zaman, terutama dengan terjadinya globalisasi dan perkembangan ilmu mengenai diplomasi.
Di Indonesia, pengaplikasian Sister City sangat didukung oleh pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan adanya manfaat dan potensi yang bisa diambil dari bentuk kerjasama ini. Pada situs resmi Kementerian Dalam Negeri Indonesia (Kemendagri), mantan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah yaitu Dr. H. Muh, Marwan M.Si mengemukakan bahwa kerjasama Sister City bisa sangat membantu sebuah daerah untuk memajukan pembangunan daerahnya, terutama di era otonomi daerah saat ini. Beliau menjelaskan bahwa Sister City dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan sinergi serta mendorong kreativitas dan inovasi pemerintah daerah dalam membangun daerahnya. Selain itu, pemerintah daerah juga dapat mengambil ilmu-ilmu dari daerah lain yang tentunya dapat diaplikasikan di daerahnya sendiri.
Regulasi mengenai kerjasama Sister City telah diatur dalam undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan kementerian dalam negeri. Contohnya adalah pasal 195 UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah, Permendagri nomor 69 tahun 2007 tentang Kerjasama Pembangunan Perkotaan, Permendagri nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Kerjasama Daerah, Permendagri nomor 3 tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri, dan Permendagri nomor 23 tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerjasama Daerah.
Dalam bidang pariwisata, kerjasama Sister City ini dinilai sebagai konsep yang cukup bagus dalam memajukan ekonomi masyarakat setempat dan industri pariwisata. Untuk menciptakan kerjasama ini, sebuah daerah harus memiliki daya tarik pariwisata seperti keindahan alam atau buatan, budaya atau identitas, kuliner, dan peninggalan sejarah. Tanpa adanya salah satu hal tersebut, akan sulit bagi suatu daerah untuk mengadakan kerjasama Sister City.
Dengan terciptanya kerjasama Sister City, suatu daerah dapat bertukar pendapat atau belajar dengan daerah yang lain mengenai bagaimana cara mengelola sarana dan prasarana pariwisata, menggunakan budaya atau identitas sebagai instrumen pariwisata, dan mempromosikan pariwisata daerahnya kepada wisatawan lokal dan mancanegara.
Selain itu, manfaat yang bisa didapatkan dari kerjasama ini adalah pengembangan hubungan jangka panjang antar daerah. Oleh karena itu, pertukaran pariwisata, budaya, dan pendidikan berperan penting dalam membangun hubungan baik yang dapat mengarah pada pembangunan ekonomi. Untuk mencapai hubungan Sister City yang paling efektif, kerjasama antar daerah harus dilakukan termasuk pemasaran pariwisata, proyek, dan pendanaan yang dapat mendukung pariwisata berkelanjutan.
Daerah-daerah atau kota-kota di Indonesia telah banyak melakukan hubungan Sister City dengan berbagai kota di belahan dunia. Contohnya adalah kota Banda Aceh dengan Kota Grasse dari Perancis yang terkenal dengan nama “kota parfum”. Kerjasama ini diadakan demi terciptanya ide Desa Wisata Nilam, yaitu sebuah desa yang berbasis parfum. Kerjasama dengan Kota Grasse tentu masuk akal dikarenakan Kota Grasse dikenal sebagai kiblat dari para penggila parfum di dunia dan mereka memiliki kurang lebih 25 pabrik parfum. Lalu, Kota Grasse mendapat keuntungan untuk mengimpor bahan baku pembuatan parfum yaitu minyak atsiri langsung dari sumbernya. Keuntungan lain yang didapatkan Banda Aceh adalah mereka dapat menarik para wisatawan, khususnya penggila parfum untuk datang ke kota mereka. Selain itu, kesempatan investasi produksi minyak atsiri juga terbuka lebar.
Kota yang paling terkenal dan paling aktif melakukan kerjasama Sister City adalah Kota Bandung. Tercatat, mereka sudah melakukan kerjasama ini dengan 14 kota di berbagai belahan dunia. Contohnya mereka telah mengadakan kerjasama dengan Kota Braunschweig di Jerman dalam pembangunan Gedung Gelanggang Generasi Muda, kerjasama dengan Kota Petaling Jaya di Malaysia dalam rangka memfasilitasi pembukaan Little Bandung Wall dan Little Bandung Store di beberapa tempat di Petaling Jaya, dan masih banyak lagi.
Berikut penjelasan mengenai konsep Sister City yang telah disampaikan oleh Atourin. Semoga Sobat Atourin bisa mendapatkan pengetahuan dan dapat digunakan apabila kalian berencana untuk menjadi salah satu bagian dari Dinas Pariwisata Pemerintah Daerah. Jangan lupa cek media sosial dan situs resmi Atourin untuk mendapatkan informasi-informasi yang unik dan penting mengenai pariwisata di Indonesia!