Jika kamu ke Jawa Timur, maka salah satu landskap alam yang terkenal di sana adalah Daerah Aliran Sungai Brantas. Ya Sungai Brantas atau orang setempat menyebutnya Kali Brantas adalah sungai terpanjang di Jawa Timur sekaligus terpanjang kedua di Pulau Jawa, yang panjangnya mencapai 320 KM. Hulunya berada di Kota Batu dan lantas melalui beberapa kabupaten dan kota seperti Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Surabaya, dan Kabupaten Pasuruan. Sungai ini menjadi sangat penting karena merupakan sumber air minum kebutuhan rumah tangga warga sekitar, sumber irigasi pertanian, sumber perikanan serta tentunya fungsi ekologi lainnya yang tidak kalah penting.
Namun, sungai ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari pendangkalan atau sedimentasi, penurunan debit air, masalah mikroplastik, sampai masalah sampah atau limbah yang masing sering dibuang ke sungai ini dan anak-anak sungainya. Tantangan ini akan berdampak buruk lebih lanjut jika tidak maka keberlanjutan atau kelestarian sungai ini akan menjadi tanda tanya besar. Keberadan Sungai Brantas sudah menjadi bagian penting bagi masyarakat sekitar bahkan keberadaannya sudah tercatat dalam sejarah berbagai kerajaan pada masa lalu. Di beberapa daerah, lahir dan berkembang berbagai insiaitif untuk menjaga kelestarian sungai ini. Ada yang basisnya adalah pendidikan, ada yang pemberdayaan masyarakat, ada juga yang basisnya ekonomi kreatif.
Adalah Hidayat atau akrab disapa Dayat, yang merupakan pemuda dari Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur yang menggerakkan inisiatif bernama Pasar Brantas. Bersama dengan beberapa pemuda dan pemudi lainnya, pasar ini adalah pasar warga dan tematik yang diselenggarakan sebulan sekali. Seperti namanya pasar ini terinspirasi dari nama Sungai Brantas yang memang alirannya melewati desa dimana Mas Dayat tinggal. Desa Ngogri sendiri adalah desa wisata rintisan yang sudah ber-SK dari Bupati Jombang. Pasar Brantas menyuguhkan berbagai atraksi wisata yang menarik mulai dari aneka makanan, minuman, dan jajanan tradisional khas pedesaan, suguhan seni dan budaya, fasilitas permainan tradisional, serta aneka event tematik seperti lomba untuk anak-anak.
“Di desa kami belum pernah ada penyelenggaraan acara yang sifatnya berlangsung terus menerus atau rutin. Pasar Brantas adalah pengalaman pertama bagaimana warga bergotong royong untuk membuat acara yang diharapkan bisa jadi kebanggaan dan milik bersama.” tutur Mas Dayat.
Selain untuk atraksi wisata, tujuan mulia dari pasar ini adalah memberikan edukasi dan mengajak masyarakat untuk tahu, paham, dan peduli terhadap Sungai Brantas. Ini penting sekali karena kadang keberadaan sungai ini dianggap taken for granted atau didapat cuma- cuma dan begitu saja, tanpa ada rasa memiliki atau menjaga. Dalam gelaran Pasar Brantas, dilakukan sosialisasi tentang seluk beluk sungai ini serta bagaimana cara sederhana menjaganya. Sungai Brantas sendiri punya banyak potensi pariwisata. Di beberapa sisi, bisa ditemui angkutan sungai berupa perahu motor listrik yang bisa jadi wahana wisata murah meriah. Di beberapa sisi juga dibangun warung semi permanen dimana masyarakat bisa menikmati kuliner dengan pemandangan sungai yang indah. Ada juga yang mengembangkan ekowisata dimana wisatawan diajak menangkap ikan dengan cara memancing atau menjala. Tentu jika kamu ke Jawa Timur, ini layak kamu coba.
Babat Alas yang Tidak Mudah
Untuk menyelenggarakan acara yang berkesinambungan, dimana warga belum punya banyak pengalaman serupa tentu tidak mudah. Dalam budaya Jawa dikenal istilah babat alas atau
membabat alas. Bukan dalam artian sebenarnya membuka hutan tapi lebih ke memulai sesuai dari nol. Dan ini pula yang dilakukan ketika ide pasar tematik ini muncul. “Awalnya kami bingung apa konsep dan bagaimana pasar ini nantinya akan dimulai atau dijalankan. Untungnya ada yang beberapa pihak yang mendampingi dan membiayai beberapa hal. Alon- alon asal kelakon, begitu mungkin ya.” ujar Mas Dayat.
Beberapa tantangan yang dihadapi adalah dari segi tata kelola, pembiayaan, penyajian pasar, pengaturan pedagang, serta jumlah pengunjung. Terkait tata kelola, dibentuk panitia dengan posisi, tugas, dan kewenangan yang jelas. Memang tidak mudah untuk mendorong orang untuk ikut berperan apalagi ini adalah pekerjaan yang tidak dibayar alias pro bono. Beberapa orang terlihat sangat aktif namun beberapa lainnya kurang berinisiatif. Selain itu pelibatan orang-orang muda juga menjadi tantangan tentang bagaimana menarik minat mereka untuk ikut berperan serta membuat generasi yang lebih tua lebih memberikan kepercayaan kepada orang-orang mudanya. Tantangan kedua adalah pembiayaan. Tentu untuk menyelenggarakan pasar diperlukan lokasi, peralatan, serta logistik pendukung lainnya. Syukurnya ada warga desa yang bersedia meminjamkan sepetak lahan kebun kosong untuk lokasi pasar. Lokasinya tepat di tepi anak Sungai Brantas. Terkait dengan peralatan, juga ada warga desa yang meminjami berbagai peralatan dan juga logistik hiasan. Bedeng-bedeng atau stand pasar dibuat dari bahan alam yakni alang-alang yang tumbuh subur di sekitar Sungai Brantas.
“Beberapa dari kami membabas alang-alang yang memang tumbuh liar di daerah kami. Alang- alang ini kami jadikan atap bedeng atau stand penjual. Memang secara konsep, semua perlengkapan diupayakan berasal dari bahan alam yang mudah dijumpai dan jika bisa didapat dengan gratis.” lanjut Mas Dayat.
Penyajian pasar dibuat memang dalam suasana atau vibe tradisional atau zaman dulu. Ini yang masih menjadi pekerjaan besar karena beberapa pedagang sulit atau tidak mau memakai pakaian tradisional. Selain itu juga memang diupayakan pasar ini bebas penggunaan plastik sekali pakai dan bebas sampah. Ini masih berproses karena untuk mengubah kebiasaan tertib sampah memang butuh waktu. Tantangan terkait jumlah pedagang karena awalnya sulit mendorong orang untuk jualan di pasar ini. Namun karena penyelenggaraan pasar yang konsisten dilakukan sejak September 2023 lalu, makin banyak orang yang berminat berdagang di sini. Total ada 20 lebih pedagang yang ikut meramaikan pasar. Mayoritas adalah berdagang kuliner namun ada juga yang berdagang kerajinan. Omset dari penyelenggaraan pasar ini mencapai jutaan dan transaksi jual beli dilakukan dengan menggunakan uang koin yang disebut keping Brantas. Pengunjung menukarkan uang 2.000 rupiah dan akan mendapatkan satu keping Brantas, berlaku untuk kelipatannya. Nah, kalau tantangan terkait jumlah pengunjung, salah satu cara untuk menarik pengunjung adalah dengan
penyelenggaraan berbagai event atau lomba tematik. Sampai Maret 2024 ini, beberapa lomba yang pernah diadakan adalah lomba menggambar, lomba mewarnai, lomba tartil Al Qur’an, dan lomba pujian spesial Ramadhan. Keberadaan lomba ini menarik banyak partisipasi anak-anak karena memang di daerah ini jarang diselenggarakan lomba serupa. Informasi lebih lanjut tentang Pasar Brantas bisa diakses di instagram @pasarbrantas.
Seni Budaya yang Lahir Kembali
Mas Dayat sejatinya adalah berasal dari keluarga seniman. Bapaknya adalah seniman jaran dor, kesenian jaran kepang khas dari Jombang. Namun kesenian ini sudah lama dorman atau bahkan mati selama kurang lebih 30 tahun. Sejak beberapa tahun lalu, bersama keluarga dan beberapa teman lainnya, Mas Dayat membangkitkan kembali kesenian jaran dor di desanya. Lewat grup New Kuda Purnama, jaran dor serta kesenian lainnya seperti karawitan dan campursari dihidupkan kembali. Grup ini terbuka untuk umum sehingga semua orang bisa ikut gabung sebagai anggota.
“Kami ingin melihat seni budaya Jawa hidup kembali. Sepertinya sudah lama sekali kami merindukan seni budaya ini. Lewat New Kuda Purnama, kami ingin mengajak warga desa untuk klangenan atau bernostalgia dengan peninggalan leluhur.” New Kuda Purnama akhirnya menjadi grup seni budaya profesional dan bisa “ditanggap” atau diorder untuk menampilkan pertunjukan seni budaya di berbagai acara seperti nikahan, kawinan, peringatan hari besar nasional, atau bersih desa. Selain sudah tampil di Jombang tentunya, grup ini juga pernah tampil di kabupaten sekitarnya seperti Lamongan.
Tahun 2023 lalu, grup ini mendapatkan Bantuan Pemerintah Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia lewat Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Jawa Timur. Melalui bantuan ini, Mas Dayat dan keluarga besar New Kuda Purnama menciptakan 10 lagu gending kreasi baru yang terinspirasi dari kehidupan pedesaan serta melakukan dokumentasi 11 tembang macapat. Semuanya didokumentasikan dalam audio dan video serta bisa diakses di youtube New Kuda Purnama. Grup ini juga menjadi salah satu pengisi acara dari Pasar Brantas. Saat ini, sejak dua bulan lalu sedang digiatkan karawitan untuk perempuan yang bernama Purnama Laras.
Membuat Kreasi Limbah Bekicot
Bekicot adalah hewan invertebrata yang banyak ditemui di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di sekitar Sungai Brantas. Warga setempat biasanya memanfaatkan bekicot sebagai bahan makanan yang diolah untuk disate atau dioseng. Nah, cangkang bekicot selama ini dibuang begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Melihat potensi cangkang bekicot yang banyak, Mas Dayat kemudian berpikir untuk bisa membuat cenderamata khas desanya. Setelah berpikir beberapa saat kemudian akhirnya muncul ide untuk membuat gantungan kunci serta mainan tradisional yang biasanya disebut kodok-kodo’an. Ini adalah produk berbasis limbah yang diolah dengan sederhana. Untuk gantungan kunci, bekicot dibersihkan kemudian dipernis atau dicat dengan aneka warna. Sedang kodok-kodo’an adalah mainan yang dibunyikan dengan menggerak-gerakkan bilah bambu di antara dua bekicot. Bunyi yang dihasilkan adalah seperti suara kodok. “Senang sekali rasanya kami bisa memanfaatkan limbah yang tidak digunakan untuk bisa menjadi produk bernilai ekonomi. Kami berharap agar nanti bisa menghasilkan produk yang lebih beragam dan menarik.” kata Mas Dayat.
Penjualan produk itu dilakukan di Pasar Brantas, promosi dari mulut ke mulut serta secara online. Informasi detailnya bisa diakses di instagram berikut @bekicot_indonesia. Melalui produk berbasis bekicot ini, bisa menambah pendampatan dan juga memberdayakan masyarakat di sekitar. Selain itu, diharapkan produk ini bisa menjadi oleh-oleh khas Desa Wisata Ngogri.
“Kami berharap Pasar Brantas ini terus berjalan, warga makin kompak, dan makin banyak pihak yang mendukung kami dalam berbagai bentuk.” Pungkas Mas Dayat.
Atourin sangat berterima kasih kepada pegiat-pegiat wisata serta pemberdayaan masyarakat di seluruh Indonesia yang tidak kenal lelah dan terus semangat, di tengah berbagai tantangan dan keterbatasan. Pasar Brantas adalah bukti nyata bagaimana kolaborasi dan gotong royong tingkat tapak bisa memberikan warna yang berbeda, tidak hanya bagi pariwisata desa namun juga pelestarian lingkungan secara umum. Kami melalui inisiatif Atourin Regenerative Tourism Initiative akan mencoba mengembangkan jejaring agar bisa mengoptimalkan potensi pariwisata regeneratif di Indonesia yang memberikan manfaat baik bagi alam, sosial masyarakat, serta ekonomi tentunya. Semoga Pasar Brantas makin maju dan menjadi kebanggaan bersama tidak hanya masyarakat Jombang namun juga Jawa Timur.