(Stefanny Lauwren)
Sobat Atourin tentu sudah akrab dengan perayaan Imlek yang merupakan perayaan tahun baru untuk masyarakat Tionghoa di seluruh dunia. Selain perayaan Imlek, perayaan seperti Cap Go Meh dan Ceng Beng juga merupakan perayaan besar bagi keturunan Tionghoa di Indonesia. Namun, ada satu yang sering dilewatkan yaitu Peh Cun. Duānwǔ jié, yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan Dragon Boat Festival lebih sering dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Pe Liong Cun atau Peh Cun yang berasal dari bahasa Hokkien. Peh Cun adalah festival yang dirayakan pada tanggal 5 bulan 5 menurut penanggalan Imlek. Perayaan ini identik dengan adanya lomba mendayung perahu naga, mendirikan telur di siang hari, dan makanan khas yang nikmat yaitu bakcang.
Seperti banyak tradisi lainnya, asal-usul dari Peh Cun memiliki banyak versi yang berbeda. Salah satu versi yang populer adalah tentang seorang penyair. Pada jaman dahulu kala, hiduplah seorang penyair yang sangat bijak dan dicintai oleh masyarakat. Suatu hari, dia memberi tahu kaisar tentang bencana yang akan datang, yaitu peperangan. Sang kaisar tidak mau mendengarkan seorang penyair dan mengirimkan banyak pasukan ketika perang datang. Banyak prajurit meninggal dunia, dan si penyair menyalahkan dirinya sendiri karena dia tidak dapat meyakinkan Kaisar dan menyebabkan orang-orang itu mati sia-sia. Dengan kebencian dan rasa bersalahnya yang semakin besar, dia menenggelamkan diri ke laut. Penduduk desa yang sangat mencintainya segera menaiki perahu mereka dan mencari jenazahnya. Hari-hari berlalu dan mereka tidak dapat menemukan tubuhnya sehingga mereka mulai membuang makanan ke laut dengan harapan ikan tidak akan memakan tubuh penyair tersebut. Makanan yang dibuang masyarakat ditutupi dengan daun-daun agar tidak berserakan di laut, dan sejak saat itu dinamakan bakcang. Versi lain mengatakan bahwa yang menenggelamkan diri ke laut adalah seorang jendral atau menteri. Namun, sebagian besar legenda setuju bahwa seseorang penting yang dicintai masyarakat bunuh diri dengan menenggelamkan diri di sungai atau laut setelah tidak berhasil meyakinkan raja atau kaisar. kemudian rakyat yang mencintainya berusaha keras mencari jenazahnya dan melemparkan makanan ke tempat ia bunuh diri.
Tradisi Peh Cun dirayakan di berbagai negara di Asia Timur meskipun ada perubahan karena akulturasi dengan budaya lokal. Contoh akulturasi seperti di Jepang dengan nama Kodomo no Hi yang merupakan hari anak-anak atau di Korea dengan nama Dano atau Surit-nal. Di Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia, festival Peh Cun dirayakan oleh masyarakat keturunan Tionghoa sehingga budayanya masih mirip dengan festival perahu naga di Tiongkok. Berbagai kota di Indonesia punya cara sendiri untuk merayakan festival meriah ini. Berikut adalah tiga kota dengan festival Peh Cun unik dan menarik yang tidak boleh Sobat Atourin lewatkan.
Pontianak, Kalimantan Barat
Kota Pontianak, yang merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat, memiliki tradisi perayaan Peh Cun yang unik. Perayaan hari Peh Cun diawali dengan makan-makan bersama keluarga. Kemudian sekitar pukul 10.00 hingga 12.00, masyarakat Pontianak terjun ke Sungai Kapuas untuk mandi bersama keluarga atau bermain di sungai tersebut. Kegiatan mandi atau membersihkan diri di sungai ini dilakukan oleh banyak orang karena diyakini dapat membuang sial dan hawa negatif. Perang lempar air pun tidak dapat dihindari, ditambah dengan beberapa pompa pemadam kebakaran juga menyemprotkan air ke arah warga untuk memeriahkan suasana. Gege-Meimei Kalimantan Barat pun turut memeriahkan acara ini dengan hadir di atas perahu wisata sambil membagikan kicang atau bakcang tanpa isian daging kepada masyarakat. Kegiatan dilanjutkan dengan memakan bakcang, makanan khas di hari Peh Cun yang terbuat dari ketan diisi dengan daging dan dibungkus dengan daun bambu kemudian direbus. Yang paling khas dari perayaan Peh Cun adalah kegiatan mendirikan telur di lantai, karena dipercayai pada pukul 12.00-13.00 di hari Peh Cun. Daya tarik menarik antara bumi dan matahari menyebabkan telur dapat berdiri tegak pada ujungnya. Suatu hal yang sangat sulit dilakukan di hari-hari biasa. Ada pula yang mengatakan bahwa Peh Cun jatuh pada saat posisi bulan paling dekat dengan bumi sehingga telur dapat didirikan. Kebanyakan masyarakat Tionghoa percaya bahwa orang yang berhasil mendirikan telur akan mendapatkan berkah dari langit.
Pantai Parangtritis, Yogyakarta
Festival Peh Cun di Yogyakarta melibatkan banyak unsur masyarakat, dari pelestari budaya Tionghoa hingga Sultan Kraton Yogyakarta. Di Yogyakarta, Festival Peh Cun memiliki beberapa atraksi utama yaitu Festival Perahu Naga, Ritual Peh Cun, dan Festival Barongsai. Lomba yang diadakan yaitu mendayung perahu naga dan barongsai memiliki hadiah jutaan rupiah dan piala yang diperebutkan oleh banyak tim dari seluruh Indonesia. Mendayung perahu naga sebenarnya adalah ritual yang berasal dari ribuan tahun lalu di Tiongkok dan sudah jarang dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia. Tidak heran jika lomba yang diadakan di Yogyakarta ini menjadi lebih unik dan langka. Ritual Peh Cun digelar di Pantai Parangtritis, diikuti dengan penampilan tarian barongsai yang memeriahkan suasana. Proses mendirikan telur dilaksanakan pada pukul 12.00 tepat lalu diikuti dengan ritual sembahyang di Pantai Parangtritis. Pantai Parangtritis sebenarnya lebih identik dengan kebudayaan Jawa dan kepercayaan Nyi Roro Kidul sebagai penguasa pantai selatan Jawa. Diadakannya Festival Peh Cun di pantai ini menunjukkan keberagaman dan toleransi budaya masyarakat Indonesia.
Pekalongan, Jawa Tengah
Pekalongan yang merupakan daerah pesisir utara pulau Jawa memiliki tradisi Peh Cun yang cukup berbeda. Di kota Pekalongan tidak diadakan lomba mendayung perahu naga, melainkan dengan adanya pasar malam atau yang lebih dikenal sebagai Pekawis, alternatif dari Semawis. Beberapa tahun yang lalu saat pantai di Kota Pekalongan belum mengalami erosi yang parah, festival ini digelar di pinggir pantai sehingga semua pengunjung dapat menyaksikan larungan sesajian ke laut dan pembakaran perahu. Sayang sekali, untuk tahun-tahun terakhir ini kondisi alam dengan naiknya air laut dan kerapnya banjir rob sudah tidak memungkinkan untuk mengadakan festival di sana. Festival ini kemudian dipindahkan ke Pecinan Pekalongan yaitu di Jalan Belimbing. Selama tiga malam, kawasan sepanjang Jalan Belimbing disulap menjadi pasar malam yang menjual berbagai makanan dan minuman yang unik dan menarik. Banyak kios yang menjual bakcang dan kicang, Chinese food, masakan Indonesia khas Pekalongan, jajanan pasar, dan makanan modern untuk anak muda seperti boba tea, churros, thai tea, dan lain-lain. Ada pula stand-stand yang menyediakan lomba atau permainan, menjual baju cheongsam dan kostum barongsai, perhiasan, dan lain sebagainya. Di tengah pasar malam ini, terdapat panggung yang disediakan oleh panitia untuk menampilkan berbagai pertunjukkan, dari tarian tradisional, lomba karaoke, pertunjukkan musik, hingga pagelaran wayang kulit yang bisa dinikmati semua pengunjung secara cuma-cuma.
Nah, itulah tiga kota yang wajib dikunjungi saat Peh Cun. Untuk tahun 2021, Peh Cun jatuh pada tanggal 14 Juni. Kota mana, nih, yang ingin Sobat Atourin kunjungi? Jangan lupa untuk mencoba mendirikan telur di siang hari, ya! Tentunya bagi Sobat Atourin yang ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal menarik dari seluruh penjuru Indonesia, wajib dong untuk follow instagram Atourin. Temukan inspirasi jalan-jalanmu bersama Atourin!