Jawa Timur adalah sebuah provinsi yang sarat akan jejak-jejak kebesaran kerajaan di masa lampau. Selama berabad-abad, Jawa Timur telah menjadi pusat kekuasaan bagi berbagai kerajaan yang menguasai wilayah tersebut yaitu kerajaan Majapahit, Singasari, dan Kediri. Selain kentalnya unsur sejarah, Jawa Timur juga menjadi rumah bagi Gunung Semeru. Menjadi simbol keanggunan alam Jawa Timur, Gunung Semeru yang juga dikenal sebagai “Mahameru” memiliki ketinggian sekitar 3.676 meter di atas permukaan laut. Semeru menjadi daya tarik utama bagi para pendaki yang ingin menaklukkan puncak tertinggi di Pulau Jawa. Selain keindahan alamnya yang memukau, Gunung Semeru juga memiliki makna religius yang mendalam bagi masyarakat setempat. Dalam mitologi Jawa, Semeru dianggap sebagai “tunggul kayu” yang menopang langit dan menjadi landasan bagi kepercayaan spiritual dan kebudayaan. Salah satu tempat terbaik untuk menggali eksotisme lereng Gunung Semeru dan sejarah kerajaan masa lampau adalah Desa Wisata Pasrujambe di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Meski Penuh Tantangan, Ibu Jumi’ati Optimis Dapat Membuka Kesempatan
Bukan ibu rumah tangga biasa, Ibu Jumi’ati bertekad penuh untuk mengembangkan pariwisata di Desa Pasrujambe. Berangkat dari keinginan untuk dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan melihat potensi wisata luar biasa yang dimiliki Desa Pasrujambe, Ibu Jumi’ati perlahan menggerakkan roda pariwisata di desanya. Ibu Jumi’ati meyakini bahwa segala upaya pengembangan desa ini harus datang dari diri sendiri. Sayangnya, manfaat pariwisata masih belum disadari oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu, meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap potensi pariwisata menjadi prioritasnya saat ini. Melalui forum-forum perkumpulan warga yang diikuti para pemuda hingga kader posyandu, ia menyuarakan manfaat pariwisata yang dapat dirasakan oleh masyarakat dan mengajak mereka untuk berkontribusi.
Menyadari bahwa dirinya tidak datang dari latar belakang pendidikan di bidang pariwisata, Ibu Jumi’ati giat mengikuti pelatihan kepariwisataan yang difasilitasi oleh pemerintah setempat. Melalui pelatihan tersebut, ia berharap dapat memperkuat pondasi keilmuan yang nantinya dapat memperkuat upaya pengembangan pariwisata di Desa Wisata Pasrujambe. Keseriusan Ibu Jumi’ati dalam pengembangan pariwisata telah mengantarkannya menjadi seorang local champion, julukan bagi orang yang berdedikasi tinggi pada pengembangan desa khususnya di bidang pariwisata.
Ibu Jumi’ati kerap menjadi representatif desa dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada kegiatan Kampanye Sadar Wisata 2023 oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Pada kesempatan tersebut Desa Wisata Pasrujambe berhasil menyabet peringkat terbaik kedua pada kategori inovasi produk dan pemasaran. Kategori tersebut berhasil dimenangkan oleh Desa Wisata Pasrujambe melalui implementasi keberlanjutan pada produk wisata dan pemasaran berbasis storytelling. Mengutamakan keberlanjutan, Desa Wisata Pasrujambe membuka kesempatan selebar-lebarnya untuk partisipasi masyarakat setempat. Contohnya pengelolaan homestay oleh masyarakat dan paket wisata edukasi yang melibatkan para pengrajin lokal, pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) hingga pegiat budaya sebagai edukator. Adanya partisipasi aktif masyarakat diharapkan dapat memastikan keberlanjutan kegiatan wisata di Desa Wisata Pasrujambe. Sementara itu, pemasaran berbasis storytelling merujuk pada bagaimana Desa Wisata Pasrujambe selalu menyoroti kisah di balik destinasi-destinasi wisata yang dimiliki. Lebih dari sekedar potret keindahan, laman resmi Desa Wisata Pasrujambe yaitu pasrujambe.id juga menyajikan storytelling yang menarik dan otentik. Harapannya strategi ini dapat meningkatkan minat berkunjung masyarakat, tidak hanya karena visual tetapi juga kisahnya. Pencapaian pada Kampanye Sadar Wisata 2023 turut menjadi cambuk pembangkit semangat warga Desa Wisata Pasrujambe untuk terus berkembang.
Evolusi Menuju Desa Wisata Punjer’e Semeru
Pada awalnya Desa Wisata Pasrujambe hanya mengangkat potensi wisata alam mereka yaitu Air Terjun Watu Lapis. Formasi batuan di sekitar air terjun ini terlihat menyerupai kue lapis sehingga diberi nama demikian. Untuk mencapai Air Terjun Watu Lapis, pengunjung perlu melakukan trekking. Trekking yang perlu ditempuh terhitung cukup ramah bagi anak, jalanan dan tangga-tangga sudah tersusun rapi dan aman. Trekking tersebut juga menjadi daya tarik tambahan sebab pengunjung akan dimanjakan oleh pemandangan indah hutan yang asri di sepanjang perjalanan. Tahun 2010 menandai awal dilakukannya babat alas untuk membuka Air Terjun Watu Lapis. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran aktif masyarakat setempat yang secara sukarela membersihkan hutan dan menata lahan untuk membuka akses menuju Air Terjun Watu Lapis.
Semangat warga setempat untuk terus mengeksplorasi potensi di Desa Wisata Pasrujambe nyatanya tidak berhenti sampai di sini saja. Masih banyak potensi yang tersimpan di Desa Pasrujambe salah satunya adalah penemuan beberapa prasasti terkait sejarah, kebudayaan dan peradaban di lereng Gunung Semeru. Prasasti tersebut umumnya memuat ajaran tentang mencintai tuhan, merawat alam dan kasih sayang antar manusia. Prasasti-prasasti tersebut tertimbun di sebuah area di Desa Wisata Pasrujambe yang selanjutnya disebut sebagai Situs Sumberowo. Sejauh ini terdapat 28 prasasti yang ditemukan dan di antaranya telah dibawa ke Museum Mpu Tantular Sidoarjo dan Museum Lumajang untuk penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa Desa Pasrujambe pernah menjadi pusat pendidikan keagamaan atau sejenis pondok pesantren di zaman kerajaan Kediri, Singosari dan Majapahit. Setelah ditemukannya prasasti-prasasti tersebut, Desa Wisata Pasrujambe menyandang gelar baru yaitu Punjer’e Semeru. Sebutan ini merujuk pada Desa Wisata Pasrujambe sebagai pusat peradaban lereng Gunung Semeru yang dibuktikan dengan penemuan prasasti di Situs Sumberowo.
Pada bulan Mei ini, Ibu Jumi’ati menjamu rombongan dari Badan Koordinasi Wilayah (BAKORWIL) Kota Jember yang datang untuk mendata lebih banyak peninggalan arkeologis yang beberapa di antaranya masih tertimbun. Selanjutnya data tersebut akan disampaikan kepada para peneliti arkeologi untuk diteliti lebih lanjut dan merencanakan upaya ekskavasi selanjutnya. Terbukanya kesempatan ini tidak lepas dari upaya Ibu Jumi’ati yang sudah sedari lama menyuarakan perihal potensi arkeologis di Desa Pasrujambe. Ibu Jumi’ati ingin potensi wisata sejarah dan arkeologi menjadi ikon baru di Desa Wisata Pasrujambe. Oleh karena itu, Ibu Jumi’ati berharap pemerintah tidak hanya melakukan ekskavasi lalu menyimpan prasasti yang ditemukan di lokasi lain. Akan lebih baik jika prasasti-prasasti tersebut dapat disimpan dan dirawat di Desa Wisata Pasrujambe atau setidaknya mereka memiliki replikanya untuk menunjang kegiatan wisata di bidang sejarah dan arkeologi.
Tidak hanya peninggalan dari era kerajaan kuno saja, Desa Wisata Pasrujambe juga menyimpan peninggalan di era kolonial yaitu Rumah Loji. Rumah ini merupakan peninggalan masa kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1909 silam dan telah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten Lumajang. Rumah yang selanjutnya diberi nama Loji Tawon Songo ini merupakan sebuah rumah yang menghadap ke daerah aliran sungai (DAS) Besuk Sat yang biasa menjadi jalur lahar Gunung Semeru. Lokasinya yang strategis membuat rumah ini berguna sebagai pos pemantauan aktivitas Gunung Semeru yang masih digunakan hingga saat ini. Dengan fungsi yang masih terkait dengan Gunung Semeru, Rumah Loji Tawon Songo semakin memperkuat posisi Desa Wisata Pasrujambe sebagai Punjer’e Semeru.
Merawat Sejarah, Merawat Alam
Tidak hanya komitmen untuk menggerakan pariwisata khususnya wisata sejarah, Ibu Jumi’ati juga berkomitmen untuk merawat alam melalui program kampung iklim (PROKLIM) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Melalui program ini Desa Wisata Pasrujambe mendapat dukungan pengembangan sistem pengelolaan sampah, limbah, dan upaya pelestarian lingkungan lainnya. Saat ini Desa Wisata Pasrujambe juga dipercaya untuk membantu desa-desa lainnya yang sedang merintis PROKLIM di wilayahnya. Beberapa desa akan berkunjung ke Desa Wisata Pasrujambe untuk belajar. Selain itu, Desa Wisata Pasrujambe juga mengapresiasi semangat gotong royong masyarakat setempat melalui lomba kebersihan yang diadakan setiap tahun. Salah satu area yang menjadi perhatian oleh warga setempat adalah aliran sungai di dekat Situs Sumberowo. Menjaga kebersihannya tidak hanya merawat kelestarian sungai, ini juga berarti merawat pariwisata di Desa Wisata Pasrujambe.
Apresiasi setinggi-tingginya Atourin sampaikan untuk seluruh pegiat wisata yang tanpa mengenal lelah terus berupaya untuk maju. Kegigihan dan kreativitas Ibu Jumi’ati dalam melihat peluang dapat menjadi inspirasi bagi pegiat wisata lainnya. Bagaimana desa ini akhirnya menemukan branding sebagai punjer’e Semeru menjadi bukti semangat mereka untuk tidak berhenti berinovasi meski memerlukan waktu yang amat panjang. Desa Wisata Pasrujambe juga menunjukan komitmen yangbesar dalam mendukung pariwisata regeneratif dengan mengoptimalkan semangat gotong royong masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan serta operasional bisnis yang melibatkan masyarakat secara langsung. Melalui Atourin Regenerative Tourism Initiative, kami akan sentiasa hadir mendengar dan berupaya membantu semaksimal mungkin. Semoga Desa Wisata Pasrujambe dapat terus berkembang menjadi contoh pariwisata regeneratif, dimana pariwisata berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan.