Oleh: Tim Asisten Penelitian Atourin
Taman Nasional Komodo kini kembali menarik perhatian publik karena mendapatkan surat peringatan dari UNESCO mengenai rencana pembangunan infrastruktur wisata di dalam situs. Di tengah berbagai kebingungan yang mungkin menghampiri kita sebagai pengamat awam, tulisan ini akan menyajikan informasi mengenai apa itu situs warisan dunia, dan bagaimana pelajaran dari berbagai situs warisan dunia dapat menjadi masukan untuk pengelolaan Taman Nasional (TN) Komodo di masa mendatang.

Apa itu Situs Warisan Dunia?
UNESCO World Heritage Sites atau Situs Warisan Dunia adalah sebuah kawasan khusus yang telah dinominasikan untuk program Warisan Dunia Internasional dan ditunjuk oleh Komite Warisan Dunia UNESCO berdasarkan tingkat kepentingan budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuannya. Situs yang dinominasikan dapat berupa situs Budaya maupun situs Alam, keduanya harus memiliki “warisan unik” yang berarti bagi umat manusia saat ini dani generasi berikutnya. Situs Warisan Dunia dapat berupa peninggalan pra-sejarah, struktur bersejarah, bangunan, kota tua, hutan, gurun, pulau, monumen, hingga kawasan konservasi.
Syarat utama nominasi situs adalah kepemilikan nilai universal yang luar biasa (Outstanding Universal Value/OUV) dan memenuhi paling tidak 1 dari 10 kriteria situs warisan dunia, yaitu: menunjukkan mahakarya dari kreativitas manusia, cagar budaya dunia, merupakan bukti unik dari tradisi budaya atau peradaban yang telah punah, arsitektur bangunan yang menggambarkan tahap penting di peradaban manusia, contoh luar biasa dari permukiman manusia atau interaksi manusia dengan lingkungan yang tidak dapat berubah, secara langsung terkait dengan peristiwa atau tradisi dengan kepercayaan yang memiliki signifikansi luar biasa, mengandung fenomena alam superlatif yang luar biasa, mewakili tahapan penting di sejarah bumi atau catatan kehidupan seperti proses geologis atau geomorfik yang signifikan, menjadi contoh luar biasa yang mewakili proses ekologi atau biologis yang signifikan dalam evolusi, dan area mengandung habitat alami yang penting dan signifikan untuk konservasi in-situ keanekaragaman hayati serta mengandung spesies langka.
Manfaat dan Tantangan yang Dihadapi Situs Warisan Dunia
Dinobatkan sebagai situs warisan dunia tentu saja merupakan hal yang istimewa bagi sebuah destinasi. Destinasi tersebut akan menjadi terkenal, menarik perhatian sejumlah besar wisatawan, hingga mempercepat perputaran roda ekonomi lokal. Titel situs warisan dunia meningkatkan ketertarikan masyarakat dunia. Karena itu lebih banyak orang akan memperdulikan dan memperhatikan aset-aset yang dimiliki oleh kawasan tersebut, misalnya kebudayaan, lanskap, hingga flora dan fauna (Jimura, 2021). Selain itu, lebih banyak orang juga merasa tertarik untuk berkunjung dan menikmati destinasi tersebut, sehingga akhirnya memacu perkembangan kegiatan pariwisata yang pada akhirnya ikut memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi lokal (VanBlarcom & Kayahan, 2011).
Sayangnya, ketertarikan terhadap situs warisan dunia tidak sepenuhnya berbuah baik. Ketertarikan massa terhadap kawasan tidak membuat upaya konservasi kawasan berjalan dengan baik. Alih-alih, tekanan aktivitas manusia di dalam kawasan menyebabkan pengurangan kualitas dan kuantitas kawasan hutan di berbagai situs warisan dunia (Alan et al., 2017). Apalagi wisata massa yang terjadi di situs-situs tersebut juga membawa berbagai dampak buruk, antara lain: pemanfaatan kawasan secara berlebihan, peningkatan konflik dan kriminalitas, pemindahan warga lokal, hingga hilangnya keaslian situs (Caust & Vecco, 2017). Ketertarikan terhadap situs juga oleh berbagai pihak yang berbeda, seperti pemerintah, masyarakat lokal, dan pengusaha pariwisata, juga dapat menimbulkan konflik kepentingan atas kawasan yang dapat berdampak buruk pada keberlanjutan situs (Okech, 2010).
Studi Kasus: Menilik Situs Arabian Oryx Sanctuary di Oman

Arabian Oryx Sanctuary (AOS) merupakan salah satu mantan situs warisan dunia UNESCO yang berada di wilayah gurun dan perbukitan Oman. Situs tersebut berfokus pada konservasi biodiversitas, salah satunya Arabian Oryx (Oryx leucoryx) yang dinyatakan punah di alam liar pada tahun 1972. Pada tahun 1982, spesies tersebut berhasil dikembangbiakkan di penangkaran yang berada Amerika Serikat melalui Arabian Oryx Project (AOP) dan melalui program reintroduksi untuk mengembalikan populasinya di Oman (Turner, 2012). Arabian Oryx yang semula berada di penangkaran mulai dilepaskan ke alam liar sehingga jumlah populasi meningkat sampai dengan 450 ekor. Oleh karena itu, Al Wusta Wildlife Reserve menyatakan Arabian Oryx Sanctuary sebagai kawasan lindung serta masuk ke dalam UNESCO World Heritage List pada tahun 1994 karena mampu mengembalikan populasi fauna yang sempat punah.
Sayangnya, pada tahun 1996, pamor Arabian Oryx akibat publikasi situs justru membuat marak perburuan Oryx untuk ekstraksi daging, kulit, dan tanduk, serta perdagangan gelap. Hal ini menyebabkan populasi Arabian Oryx kolaps. Populasi yang semula mencapai 450 ekor berkurang drastis dan hanya menyisakan 15% dari populasi semula atau sekitar 65 ekor dengan 4 pasang indukan. Keberlangsungannya di alam bebas di masa mendatang pun menjadi tidak pasti. Selain itu, Pemerintah Oman juga melakukan pengurangan luas kawasan konservasi situs dari 27.500 km2 menjadi 2.824 km2 akibat ditemukannya cadangan minyak bumi sehingga sebagian besar luas situs tersebut digunakan untuk aktivitas eksplorasi minyak dan gas bumi. Hal tersebut tidak sesuai dengan SOP konservasi yang telah disepakati oleh Pemerintah Oman dengan Komite Warisan Dunia UNESCO sehingga situs ini menjadi situs pertama yang dihapus dari UNESCO World Heritage List pada tahun 2007, sesuai dengan permintaan Pemerintah Oman.
Setelah dihapusnya Arabian Oryx Sanctuary dari UNESCO World Heritage List. Pemerintah Oman dapat berfokus untuk melakukan pemagaran kawasan konservasi demi kembali melindungi populasi dari perburuan liar sejak tahun 2009. Mereka berhasil menjaga Arabian Oryx tetap berada dalam kawasan terlepas dari kenyataan bahwa Arabian Oryx seharusnya berada di daerah tanpa pagar dengan jangkauan lebih dari 34.000 km2 (Spalton, 1995). Pada awal tahun 2011, sekitar seratus ekor Arabian Oryx mulai dilepaskan ke area berpagar dan dipantau secara ketat oleh para biologis dengan bantuan polisi hutan sehingga populasi menjadi lebih terkontrol (Al Jahdhami, dkk., 2011).
Perjalanan Komodo Menjadi Situs Warisan Dunia
Seperti situs warisan dunia lainnya, TN Komodo pun menghadapi berbagai tantangan dalam pengelolaan kawasannya. TN Komodo adalah salah satu taman nasional tertua yang ada di Indonesia. TN Komodo didirikan pada tanggal 6 Maret 1980 dengan tujuan untuk melindungi spesies Komodo dan habitatnya. Taman nasional ini terletak di tengah wilayah kepulauan Indonesia, antara Pulau Sumbawa dan Flores, yang terdiri dari tiga pulau besar; Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar serta beberapa pulau-pulau kecil lainnya dengan total luas wilayah sebesar 173.000 Ha yang meliputi wilayah terestrial maupun perairan.

Taman Nasional Komodo telah meraih beberapa gelar internasional, di antaranya: Man and Biosphere Reverse pada tahun 1977, World Heritage Sites pada tahun 1991, dan The New 7 Wonder of Nature pada tahun 2011.
Penetapan Taman Nasional Komodo menjadi Situs Warisan Dunia karena Taman Nasional ini memiliki dua kriteria Nilai Universal Luar Biasa (OUV) yang sesuai, yaitu:
- Kriteria (vii): Taman Nasional Komodo memiliki lanskap yang kontras antara lereng bukit sabana kering, berbagai vegetasi hijau berduri, pantai berpasir putih, serta air biru bergelombang di atas karang.
- Kriteria (x): Taman Nasional Komodo memiliki wilayah di mana sebagian besar populasi liar komodo masih ada di dunia.
Selain merupakan habitat dari Komodo, terdapat 277 spesies hewan lainnya yang merupakan perpaduan hewan yang berasal dari Asia dan Australia, serta setidaknya terdapat 25 spesies hewan masuk ke dalam hewan yang dilindungi. Seluruh hal ini membuat TN Komodo menjadi kawasan yang penting untuk dikelola dengan baik dan hati-hati.
Beberapa tahun ke belakang, Taman Nasional Komodo mengalami polemik akibat rencana pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai destinasi pariwisata premium, yang diharapkan dapat menarik kunjungan wisatawan sebanyak 500.000 per tahunnya.
- 1910 Komodo ditemukan pertama kali oleh JKH Van Steyn
- 1977 Terdaftar menjadi Man and Biosphere Reserve
- 6 Maret 1980 Pendirian Taman Nasional Komodo
- 1991 Terdaftar menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO
- 2011 Terdaftar menjadi The New 7 Wonder of Nature
- Maret 2020 UNESCO mengirim surat permintaan klarifikasi terkait pembangunan di TNK
- April & Mei 2020 Pemerintah Indonesia menanggapi dengan menyampaikan master plan pariwisata terpadu untuk Labuan Bajo.
- Oktober 2020 UNESCO meminta pemerintah tidak melanjutkan proyek pembangunan di TNK
- Januari & Maret 2021 UNESCO mengirim surat permintaan penyerahan revisi Amdal
- Juli 2021 UNESCO meminta pemerintah menghentikan proyek hingga revisi Amdal diserahkan dan ditinjau oleh IUCN
- September 2021 Komodo berganti status dalam daftar merah IUCN dari kategori rentan menjadi terancam punah
Akibat rencana pembangunan yang akan dilakukan di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo ini, Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO sempat beberapa kali mengirimkan surat kepada Pemerintah Indonesia untuk memberikan klarifikasi proyek pembangunan yang sedang direncanakan dan meminta menyerahkan revisi AMDAL proyek tersebut. Hingga akhirnya pada Juli 2021 lalu, setelah sidang Komite Warisan Dunia ke-44 dilaksanakan, Komite Warisan Dunia UNESCO melalui dokumen bernomor WHC/21/44.COM/7B, meminta Pemerintah Indonesia menghentikan semua proyek pembangunan tersebut hingga revisi AMDAL diajukan dan ditinjau oleh IUCN karena pembangunan tersebut dikhawatirkan akan mengancam kelestarian ekosistem dan konservasi satwa langka Komodo.
Permasalahan ini pun bertambah pelik, karena pada Oktober 2021 berdasarkan Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature’s) status konservasi Komodo juga naik dari Rentan menjadi Terancam (Endangered) karena terkena dampak perubahan iklim dan aktivitas manusia. Padahal sebelumnya populasi Komodo sangat stabil meskipun terbatas pada kawasan yang tidak terlalu luas.

Pembelajaran Berharga bagi Pengelolaan TN Komodo di Masa Mendatang
Ulasan di atas telah mengungkap bagaimana permasalahan di TN Komodo juga dialami oleh berbagai situs-situs warisan dunia lainnya. Meningkatnya popularitas kawasan setelah diangkat menjadi situs warisan dunia berkaitan erat dengan aktivitas pariwisata dan konservasi yang terjadi di dalam kawasan. Sejauh ini, situs Arabian Oryx memang menjadi satu-satunya situs warisan dunia Alam yang dicabut dari World Heritage List karena penurunan jumlah populasi yang sangat drastis. Dengan demikian, proyek pembangunan masif dan peningkatan status konservasi Komodo menjadi Terancam perlu diwaspadai seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan kawasan TN Komodo. Para pihak pengelola perlu berhati-hati benar dalam mengambil keputusan bagi kawasan.
“With great powers comes great responsibility.” Demikian pun TN Komodo, yang kini masih memiliki titel sebagai Situs Warisan Dunia, perlu berupaya lebih keras untuk memastikan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan, bermanfaat bagi lingkungan dan manusia di masa sekarang maupun di masa mendatang.
Konten ini juga diulas di dalam instagram Atourin yang dapat dikunjungi di sini.
Daftar Pustaka
- Al Jahdhami, M., et al. 2011. The Re-Introduction of Arabian oryx to the Al Wusta Wildlife Reserve in Oman: 30 Years On (Global Re-introduction Perspectives: 2011). Switzerland: IUCN/SSC.
- Allan, J. R., Venter, O., Maxwell, S., Bertzky, B., Jones, K., Shi, Y., & Watson, J. E. (2017). Recent increases in human pressure and forest loss threaten many Natural World Heritage Sites. Biological conservation, 206, 47-55.
- Caust, J., & Vecco, M. (2017). Is UNESCO World Heritage recognition a blessing or burden? Evidence from developing Asian countries. Journal of Cultural Heritage, 27, 1-9.
- Jimura, T. (2011). The impact of world heritage site designation on local communities–A case study of Ogimachi, Shirakawa-mura, Japan. Tourism Management, 32(2), 288-296.
- Okech, R. N. (2010). Socio-cultural impacts of tourism on World Heritage sites: communities’ perspective of Lamu (Kenya) and Zanzibar Islands. Asia Pacific Journal of Tourism Research, 15(3), 339-351.
- Spalton, A. 1995. Effects of rainfall on the reproduction and mortality of the Arabian oryx Oryx leucoryx (Pallas) in the Sultanate of Oman. PhD Thesis, University of Aberdeen, UK.
- Turner, S. 2012. World Heritage Sites and The Extractive Industries. Independent study commissioned by IUCN in conjunction with the UNESCO World Heritage Centre, ICMM and Shell.
- VanBlarcom, B. L., & Kayahan, C. (2011). Assessing the economic impact of a UNESCO World Heritage designation. Journal of Heritage Tourism, 6(2), 143-164.